Mengapa aku hanya diam?,
Tidakkah ada sedikit pun dihatiku gelisah.
Padahal, aku tahu semua mulai menghitam.
Aku pun melihat raut duka tampak diwajah.

Mengapa aku justru memilih bungkam?,
Tidakkah ada secuil pun dinuraniku empati.
Sedang, aku tahu cerita-cerita kelam yang kejam.
Aku pun mendengar bait suram dari puisi-puisi.

Mengapa aku memilih lebih baik memendam?,
Tidakkah ada teriak riak sepercik pun disanubari.
Padahal, aku tahu rahasia nestapa yang disimpan dalam kalam.
Aku pun menyimak kata perkata yang dijadikan rayuan untuk membuai.

Mengapa aku tak segera berlari menyelam?,
Tidakkah ada ingin selangkah saja tuk bergerak.
Padahal, aku melihat ada hal yang sedang karam.
Aku pun dengar seseorang berteriak akan tenggelam.

Mengapa hatiku tak tanggap suasana?,
Mengapa nuraniku tak pandai untuk membaca?.
Mengapa sanubariku tak cermat mengeja?.

Apakah aku tak lagi punya hati?.
Apakah aku tak lagi miliki nurani?.
Apakah aku telah kehilangan sanubari?.

Sehingga, aku paling egois sendiri.
Sehingga, aku mementingkan diriku sendiri.
Sehingga, aku ingin amankan diriku sendiri.
Sehingga, aku tak peduli, mauku menang sendiri.

Aku, yang hatinya mati.
Kehilangan cinta kasih sebagai manusiawi.

Bungo,  03 September 2016