Sangatlah miris mendengar, melihat, menyimak kata-kata diskriminasi terus dipelintir-pelintir untuk memuluskan suatu tujuan. Hari ini, di salah satu televisi sedang membahas prostitusi anak-anak untuk LGBT. Ada yang hadir dan berbicara panjang lebar mewakili kaum LGBT.
Dengan hadirnya salah satu orang LGBT dan bisa berbicara dengan begitu bebasnya. Maka, itu termasuk kampanye nasional secara gratis ditelevisi. Itu juga bisa sebagai bentuk pengakuan terhadap keberadaan mereka. Semakin mereka terus muncul ditelevisi masyarakat secara diam-diam pun diedukasi tentang LGBT dan lama-lama saking terbiasanya, akhirnya mereka diakui secara terang-terangan. Sehingga, nantinya jika mereka ada ditengah-tengah kita, kita menganggap hal itu lumrah saja.
Mereka diacara itu selalu mendorong-dorong pemahaman masyarakat bahwa menyukai sesama jenis itu juga termasuk fitrah. Dengan jelas, mereka menegaskan agar para orang tua mau memberi ruang dan tidak memaksa anak-anaknya masuk golongan seks tertentu. Mereka juga menggugat teks-teks agama yang menolak keberadaan kaum LGBT. Bagi mereka LGBT boleh, syah dan tidak berdosa dilakukan.
Mendengar hal tersebut, seolah otakku langsung "ambyar". Negeri ini sudah semakin sesak oleh ideologi-ideologi dari barat. Mungkin, inilah satu pertanda kiamat. Matahari terbit dari barat. Sebagian, dari kita secara serampangan memahami, mengiyakan, mengagumkan bahwa ideologi dari barat tersebut adalah ideologi yang mencerahkan.
Ideologi-ideologi dari barat tersebut, bila ditarik pada satu titik pondasinya adalah tentang hak asasi manusia. Mereka yang tidak mau mengakui hak asasi manusia, maka akan dituduh sebagai pelaku diskriminasi. Selain itu, mereka juga akan dicap orang yang tak punya pengetahuan. Diskriminasi inilah yang dipelintir-pelintir terus menerus agar semua orang mau dan secara tak sadar menerima ideologi-ideologi barat tersebut. Ideologi barat merangkak sedikit demi sedikit menyusup kedalam pemahaman-pemahaman masyarakat.
Era reformasi merupakan angin segar masuknya ideologi barat. Era bebas sebebas-bebasnya. Semua "tumplek blek" masuk begitu saja tanpa filter sama sekali. Budaya-budaya masyarakat benar-benar tergerus habis dititik nadir.
Sekarang, kondisi negeri ini disetiap sudutnya telah "bubrah", salah kaprah dan itupun dianggap lumrah. Terkadang pikiran saya menghardik diri sendiri, mencoba membayangkan, berandai-andai jika saja kondisi negeri ada dizaman sebelum Nabi Muhammad, maka yakinlah negeri ini sudah habis ter-azab. Kita benar-benar hidup diakhir zaman. Seakan kita hanya tinggal menunggu malaikat Isrofil meniup terompetnya.
Entahlah?, mengapa salah satu televisi itu justru memberikan ruang secara terang kepada kaum mereka -LGBT-?, yang secara terang dan tegas pula pemerintah tidak mau mengakui keberadaan mereka. Hak-hak mereka pun tidak diberi. Namun, entah?, kenapa salah satu televisi itu malah memberikan hak kepada mereka berbicara secara gamblang.
Dan mereka pun menggunakan kesempatan itu sebaik-baiknya. Berbicara seakan mereka tertindas, terdiskriminasi dan dengan lembut menyusupi pemahaman-pemahaman agar diakui serta mendapatkan perhatian. Celakanya, masyarakat Indonesia mudah sekali tersentuh, terenyuh hatinya. Takut dibilang kolot. Takut dibilang bodoh. Serta, takut dianggap terbelakang. Sehingga, mereka hanya diam dan menerima begitu saja.
Kondisi negeri ini sudah semakin parah dijejali ideologi-ideologi barat. Kita sendiri justru tidak mempercayai ideologi-ideologi bangsa sendiri. Padahal, ideologi-ideologi barat sangat jelas membuat kisruh, merusak tatanan yang telah terlebih dahulu mapan.
Hari ini, saya memutuskan kepada diri saya sendiri untuk mengambil jalan tengah. Jika, saya mengambil ideologi barat, maka pemahaman saya bisa tersesat. Jika, saya memilih ideologi yang ada pada bangsa ini, maka tak akan ada satu pun orang yang mau mempercayai. Oleh sebab itu, saya memilih ideologi Mukidi yang tak akan pernah membuat tersesat, menimbulkan gaduh, kisruh, menarik debat-debat panjang tanpa ujung. Meskipun, tak ada satu pun orang yang mempercayai ada tidaknya ideologi Mukidi. Namun, satu hal yang pasti adalah saya dan anda akan tertawa bahagia mendengar Mukidi bercerita tentang ideologi. Walau pun, negeri ini sudah sedemikian kronis.
Bungo, 06 September 2016
0 Comments
Post a Comment