Aku rembulan yang tak muncul saat gelap.
Sinarmu, mentari... terhalang bumi.
Sehingga, sinarmu tak bisa ku dekap.
Aku ada, tapi tanpa cahaya.
Aku ada, namun sunyi.

Aku rembulan sabit yang bersemburat dilangit.
Sinarmu, mentari... sudah mulai tak tertutup bumi.
Sehingga, sinarmu sudah bisa ku dekap, walau sedikit.
Aku ada, terang bercahaya.
Aku ada, hidup kembali.

Aku rembulan yang akan lekas-lekas purnama.
Sinarmu, mentari... semakin hari bumi tak kuasa menutupi.
Sehingga, sinarmu menyentuh diriku hampir sempurna.
Aku ada, terangi gelapnya semesta.
Aku ada, benderang diangkasa tinggi.

Kini aku rembulan yang telah purnama.
Sinarmu, mentari... tak lagi terhalang bumi.
Sehingga, sinarmu bisa menyentuhku dan ku dekap sempurna.
Aku purnama, karena sinarmu mentari.
Aku sempurna, sebab dirimu mentari.

Tahukah engkau?, perempuan yang ku damba.
Engkau mentari itu, yang membuat diriku sempurna.

Dan aku pun mengerti..
Terkadang engkau membiarkanku sunyi.
Dan aku pun memahami..
Terkadang engkau memberiku rasa sepi.
Yaitu saat sinarmu tertutup bumi.
Karena, engkau harus jalani kewajibanmu sebagai mentari.
Dimana engkau harus terangi bumi dilain sisi.

Dan aku pun mengerti...
Mengapa engkau berikan sunyi dan sepi?.
Dan aku pun memahami...
Karena, itu adalah caramu agar ku rindui.

Bungo, 11-08-2016
A. Marsudi