Aku yang selalu salah menimbang rasa,
Ku timang-timang rasa agar tak ada kecewa,
Namun, tetap saja ada goresan luka,
Disitu aku lemah tak berdaya dan putus asa,

Aku suara gemuruh halilintar,
Yang selalu salah menyambar,
Luluh lantakkan, hancur leburkan, membakar...
Yang seharusnya tidak menjadi titik sasar,

Aku tak tahu, bagaimana? harus berbuat apa,
Semua telah terlanjur... hancur...
Aku tak mengerti, mengapa? harus lakukan apa,
Semua sudah jadi bubur... lebur...

Aku kini berdiri menatap puing,
Diri meratap sesal, rasa hancur berkeping-keping,
Aku yang baru sadari terlambat,
Diri lunglai, setelah tahu ada hati yang tersayat,

Semestinya aku pendam,
Seharusnya aku bungkam,
Agar tak ada hati yang tersayat luka,
Supaya tak ada hati yang diliputi kecewa,

Selayaknya aku tak ungkapkan,
Seyogyanya aku tak mengatakan,
Agar tak ada yang terusik kenyamanan,
Supaya tak ada yang terganggu keceriaan,

Aku terlanjur ngawur,
Sehingga, semua hancur,

Aku hanya manusia biasa,
Yang selalu lemah, karena cinta,
Yang selalu salah tingkah, karena cinta,
Yang selalu dibuat bodoh, karena cinta,

Bungo,  23 September 2016