Hampir disetiap sudut-sudut negeri mengalami teror disana-sini datang silih berganti. Mereka begitu gampangnya melakukan recuitman orang-orang yang rela kehilangan nyawa. Entah?, dogma apa yang telah mereka ditelinga domba-domba tersebut, sehingga sang domba dengan pertimbangan setuju untuk berbaiat meneguhkan sumpah setia.
Nyawa?, seakan tidaklah penting untuk mereka. Kehilangan nyawa dan menghilangkan nyawa menjadi dogma yang terus dibisikkan kepada domba-domba. Sebagai imbalan kehilangan nyawa dan menghilangkan nyawa adalah surga yang didalamnya ada bidadari yang siap melayani mereka. Entah?, bagaimana mungkin domba-domba itu sebegitu yakinnya akan janji-janji itu?.
Demi apa?, untuk apa?, demi siapa?, serta untuk siapa?. Tidakkah terpikir sedikit pun bahwa kita dijadikan domba-domba. Yang satu dijejali dogma, satunya digambarkan sebagai domba yang telah menyeleweng dari dogma yang halal untuk dihilangkan nyawanya. Walaupun, cara yang ditempuh harus dengan kehilangan nyawa sendiri. Bukankah, ini adu domba?. Mungkinkah, kita sedang diadu dengan shahihnya dogma-dogma?.
Bila, ada yang bicara, mengajak, merayu-rayu dan secara terang-terangan merekrut melalui dogma yang penuh janji-janji hanya dengan kehilangan nyawa serta atau menghilangkan nyawa mendapatkan surga. Maka, bertanyalah kepada yang berbicara tentang dogma itu, mengapa engkau tidak melakukannya sendiri?. Jika, mereka memang tahu jalan yang pasti ke surga. Kenapa mereka malah sibuk mencari-cari domba tersesat?. Kalaupun, tidak tersesat, ya...disesatkan.
Sayangnya, semakin hari semakin bertambah jumlah domba-domba yang disesatkan oleh dogma beraroma surga. Mereka siap menyembelih domba-domba yang menurutnya tersesat. Padahal, merekalah domba yang tersesat itu. Akal dan hati mereka telah tenggelam dalam kelam hitamnya dogma. Ya... dogma yang sebenarnya hitam, namun dipersepsikan putih. Mereka hanya bisa manggut-manggut menerima mentah-mentah dogma tersebut, tanpa ada sedikit pun celah untuk membantah. Seoalah sang pengembala domba yang memberikan dogma adalah kebenaran yang mutlak, sedang dogma selain dari pengembala merupakan bid'ah yang penuh kebohongan dan didasari pemahaman yang salah.
Bukan si miskin atau si kaya yang menjadi sasaran empuk untuk dijadikan domba-domba yang siap dan setia menuruti instruksi mereka. Sang gembala begitu mudah mendapatkan domba-domba yang siap disesatkan dari media sosial ataupun forum-forum diskusi, karena mangsa mereka adalah orang yang haus serta dahaga akan dogma. Selain itu, mereka pun terkungkung pemahamannya dan miskin referensi mengenai dogma. Mereka terus dicekoki dogma yang sesuai ambisi dari sang gembalanya. Rujukan ataupun referensi yang boleh dipakai pun harus sesuai rekomendasi dari sang pengembala. Sehingga, mereka yang haus akan dogma benar-benar menjadi domba yang siap melakukan apa saja, termasuk kehilangan nyawa maupun menghilangkan nyawa.
Sudah kehabisan akalkah?, menciptakan kreatifitas untuk mendakwahkan agama, menegakkan kalimat Tuhan dengan menempuh cara yang lebih ma'ruf. Telah tertutupkah?, jalan bil hikmah, sehingga memakai jalan yang ekstrem. Mengapa lebih senang menggunakan label kafir, sesat, thogut dan bid'ah?. Kenapa harus melakukan teror sana sini, bahkan melakukan bom diri?. Bukankah, dengan melakukan teror sana sini dan bom bunuh diri itu adalah bid'ah yang sebenarnya dalam beragama. Ah... namun dogma-dogma telah membakar segenap jiwa raga para domba yang siap bergerak kapan saja. Mereka yang mahir memekikkan nama Tuhannya, sembari mengutuk makhluk lain ciptaan-NYA.
Maka, jangan heran dan kaget, jika tiba-tiba ada yang mengatakan kepada diri kita kafir, sesat, ahli bid'ah, liberal, komunis, antek yahudi, bahkan munafik sekalipun. Menanggapi itu, kita tidak boleh marah, karena marah akan menghilangkan akal sehat kita, cukuplah dengan tertawa agar kita tetap sehat wal afiat dan awet muda, sambil berkata, "wedhus, sampeyan...!!!".
Bungo, 02 Juli 2017
0 Comments
Post a Comment