Energi negatif menarik sedemikian kuat. Memuncak sebagai hasrat. Manusia lebih suka menggunakan cara kilat untuk mendapatkan nikmat. Tiada peduli, yang penting sikat. Embat. Ada yang adu urat. Bahkan, ada yang leher saudaranya sendiri dijerat, sampai meregang nyawa dan sekarat. Mereka rela berpaling dari kiblat, hanya untuk nikmat sesaat. Dunia telah sungguh-sungguh mengikat.
Aku layaknya manusia yang sedang dimabuk dunia, sehingga ibadahku pun belum sepenuhnya, lillah. Hati masih kotor dipenuhi sampah-sampah. Laku ku pun pongah. Tak kalah kotor kata-kata yang keluar dari mulutku, layaknya pembuangan limbah. Tersirat masih ada titik-titik dunia dari caraku ibadah. Aku yang khusyu' berharap hidup mewah, tinggal di istana nan megah dan sederet kendaraan yang wah. Ku selipkan dalam do'aku atau kadang dari awal hingga akhir do'a masih terus meminta kehidupan dunia yang melimpah.
Aku menyembah karena kepentingan dunia. Belum mampu aku keluar dari jeratannya. Duni yang fana. Membuatku terjerumus dalam lembah dosa. Entah apakah ini karena syetan pandai menggoda?. Atau karena diriku sendiri yang lemah tak punya daya?. Sehingga, tak digoda pun, tergoda. Yang pasti aku telah dijajah oleh nafsuku sendiri dari dalam dada. Aku manusia kerdil yang dipecundangi dunia. Aku manusia pongah yang tidak pantas mencium bau surga.
Baca juga :
Kadang, dalam sesatku, hati sempat berbisik. Namun, aku tak mau kesenangan dunia terusik. Enggan aku jauh menelisik. "Hidup cuma sekali, jangan berisik", pada hati begitu kataku berbisik. Bagiku, yang penting asyik. Ah... membahas surga dan neraka tidaklah menarik. Pun sekarang telah ku ciptakan surgaku sendiri didunia ini yang lebih eksotik. Neraka ku bagiku adalah kala tak dikelilingi bidadari-bidari tak bersayap nan cantik. Berlenggak-lenggok mengikuti irama musik. Diskotik.
Aku masih abu-abu. Bukan putih, bukan hitam warnaku. Sewaktu-waktu aku beribadah menghadap-MU. Kata tobat ku sebut-sebut entah sampai beribu-ribu. Akan tetapi, maksiatku lebih memberatkan timbangan amalku. Ibadahku sewaktu-waktu, tapi maksiatku sepanjang waktu.
Sesat diperjalanku, bagai candu. Dalam kemaksiatan semangatku terpacu. Hasrat dan gairahku menggebu-gebu. Kesenangan dunia ku buru. Tanpa peduli waktu. Tanpa peduli, bagaimanakah nanti ku pertanggung jawabkan seluruh amalku. Ibadahku tak akan cukup untuk dibanggakan. Amal baikku bukanlah sebuah jaminan. Kemaksiatanku justru benar telah sedemikian lekat dalam keseharian. Sedang, ibadah hanya sekedar ikut-ikutan.
Aku manusia pogah, yang mengharapkan setetes berkah. Setitik hikmah. Sedikit petuah, agar diri berubah. Berbenah. Sehingga, tidak terbebani ayal tipu daya dunia yang menjajah. Aku yang sudah lalim terhadap setiap hembusan nafas yang diberikan Illah. Aku yang telah menganiaya diriku sendiri atas rasa syukur pada tetesan-tetesan berkah.
Aku manusia pogah, yang sesungguhnya lemah. Tak ada daya dan kekuatan kecuali dari sang Illah. Aku yang selalu terseret dalam hitamnya lembah. Debu-debu kotor begitu tebal menutupi hati akan cahaya, walau secercah. Aku yang masih pongah, menginginkan kehidupan mewah daripada menghendaki hidayah. Betapa tak tahu diri diriku ini yang bersikap serakah. Kemaruk dunia membuatku menempati posisi paling rendah. Aku setitik debu kotor yang terombang-ambing diluasnya semesta-MU yang Engkau cipta dengan begitu indah.
Maafkan aku atas segala pongah, duhai Illah. Masih ada sisa-sisa dihatiku yang mengharapkan datangnya hidayah. Sejatinya aku sungguh-sungguh takut pada siksa neraka dan ku sadari jiwaku tak pantas meski hanya mencium harum wanginya jannah.
Bungo, 13 Oktober 2017
0 Comments
Post a Comment