Aku tak ingin engkau menyedu
kopi pagiku dengan sendu.

Jangan pula suguhkan air mata pilu
dalam sarapan pagiku.

Buat apa engkau siapkan makan siang
berlauk pauk resah yang tampak terhidang.

Untuk apa kau menemaniku makan malam.
Bersajikan wajahmu yang muram.

Aku ingin melihat senyummu selalu ada,
disetiap makanan yang engkau sajikan di atas meja.

Aku tak mau engkau terpaksa.
Bersamaku engkau pura-pura bahagia.
Sebab, keterpaksaan adalah awal dari prahara.

Jika, engkau memberi hatimu hanya separuh.
Sedikit badai menerpa mampu membuat runtuh.

Menghancurkan bangunan cinta berkeping-keping.
Sudah tak ada guna lagi ku punguti puing-puing.

Percuma... bangunan cinta kita,
tak kan seperti sedia kala.

Dan apa yang kita sebut sebagai "Keluarga",
Tinggallah nama.

Mengapa sekarang engkau baru berkata?,
bahwa bersamaku engkau terpaksa.

Kenapa timbul rasa sesal?
Setelah kita halal.

Ada apa?
Engkau sangat inginkan perpisahan
Setelah pernikahan.

Tidakkah pernikahan itu bentuk kesungguhan?,
Bukan sandiwara atau permainan.

Tapi, aku tahu...
Makna pernikahan bagimu.

Bungo, 18 Maret 2019