Picture : unsplash.com

Sudah sekian lama Bejo menghilang tanpa ada kabar berita. Entah kemana dia pergi melanglang buana?. Entah di gunung sebelah mana dia bertapa?. Bejo seperti hilang ditelan bumi begitu saja.

Hingga suatu sore penduduk desa heboh dibuatnya. Sudrun sebagai teman tongkrongannya melihat Bejo datang dari kejahuan girang bukan kepalang.

"Wes... teko konco seng iso diajak koclok maneh iki ", dengan khas logat jawanya ia bersemangat.

" Jelas rusak ini, bertambah satu lagi orang edan di desa ini", Kata Lek Paidi penuh khawatir.
Sudrun meletakan gitar yang dibawanya tadi di pos ronda. "Ayo... Lek Paidi, Bejo harus disambut dengan meriah", ucap Sudrun.

" Ogah, orang dia bukan orang penting dan tidak punya kontribusi apa pun di desa ini", Tutur Lek Paidi.

"Ya wes, biar aku saja yang menyambutnya ", dengan semangat Sudrun menimpali.

Sudrun berlari ke arah Bejo, lantas memeluknya. Layaknya seorang teman lama yang sudah berpuluh-puluh tahun lamanya tidak bertemu. Tapi, sikap Bejo tetap saja dingin dan tidak berkata sepatah kata pun pada Sudrun.

Bagi Sudrun ini pertanda bahwa ada sesuatu yang berbeda dari diri Bejo. Tidak seperti Bejo yang Sudrun kenal. Bejo yang banyak bicara, memprotes apa pun yang dia lihat dan selalu pandai bercanda.

Setelah Sudrun melepaskan pelukannya, Bejo tetap terus berjalan menuju gubug reyotnya dengan pandangan mata yang hampa. Seakan Bejo bukanlah Bejo. Apakah Bejo sedang kerasukan jin dari pertapaannya di puncak gunung?. Atau mungkin Bejo sudah lelah berceramah, memprotes, mengomentari, mengkritisi atau bahkan memaki-maki hal yang menurutnya tidak sesuai. Sebab, sekeras apa pun Bejo berteriak-teriak tidak ada perubahan sama sekali.

Entah ?, apa pun itu yang terjadi pada Bejo, bagi Sudrun Bejo masih misterius setelah lama menghilang.

Bungo, 30 Agustus 2020