Dahulu tahun 2012 sosial media belum begitu masif penggunaannya. Dampak dari penggunaanya pun belum begitu terasa di masyarakat. Media sosial di pergunakan anak-anak muda untuk ajang mencari pertemanan, curhat dan galau-galauan. Bisa dibilang waktu itu media sosial masih sehat dan adem ayem. Semua dalam keadaan baik-baik saja.
Tahun berlalu, tekhnologi berkembang dengan cepat dan pesat. Memasuki, tahun 2013 smartphone mulai merebak ke semua orang. Segala sendi kehidupan perlahan-lahan bergeser. Orang-orang sepanjang hari terpaku menatap layar smartphone. Tentu, dengan smartphone semakin memudahkan orang berkomunikasi. Sekarang, bukan hanya kemudahan berkomunikasi saja, namun dengan kecanggihan tekhnologi yang berada di smartphone orang bisa bertransaksi jual beli, pesan makanan hingga transportasi. Efeknya, bisnis yang masih menggunakan system konvensional terpukul keras.
Tekhnologi smartphone memberikan ruang besar untuk mengunduh aplikasi-aplikasi yang dibutuhkan orang-orang. Sehingga, orang-orang dan korporasi-korporasi pun berlomba-lomba membuat aplikasi untuk menyediakan kebutuhan bagi para pengguna. Smartphone menjadi wadah untuk ajang bisnis bagi industri kreatif disemua bidang.
Lewat gawai yang cerdas itu pula orang-orang dapat secepat kilat mendapatkan informasi. Mereka tidak perlu menunggu tayangan berita di tv dan tidak harus berlangganan koran. Mereka kini tinggal pencet, maka akan dapat informasi terkini diseluruh penjuru negeri. Ini merupakan hal baik agar orang-orang tidak buta dan miskin informasi tentang hal yang terjadi.
Baca juga :
Gawai cerdas ini sungguh-sungguh mengubah segalanya. Tidak bisa dibendung laju perkembangannya. Semua generasi muda hampir-hampir secara keseluruhan dan merata dari pelosok desa sehingga sudut kota tangan mereka sibuk menggenggam gawainya.
Sayangnya, pesatnya perkembangan dunia tekhnologi tidak dibarengi dengan kesiapan yang matang dari para penggunanya. Mereka gagap dalam menghadapinya. Pemerintah pun klabakan menanganinya. Sehingga, dampak negatif dari penggunaan gawai cerdas ini terus bermunculan.
Segala upaya untuk meminimalisir dampak negatif terus dilakukan. Mulai peraturan peraturan pendaftaran tentang telekomunikasi sampai himbauan telah dilakukan, agar penggunaan smartphone benar-benar dimanfaatkan untuk hal yang positif dan produktif. Lagi-lagi kontrol yang ampuh adalah diri kita sendiri guna menampik dampak negatifnya.
Apalagi, informasi yang melalui gawai cerdas ini sangat cepat tersebar luas. Informasi itu sendiri sulit dibedakan antara mana yang palsu dan mana yang asli. Banyak berderar informasi yang kita baca mengadung kebencian, kemarahan, tuduhan dan seabrek informasi yang meresahkan yang lainnya. Pun kita yang membacanya ikut marah, lantas menyebarkannya. Tentu saja, tanpa terlebih dahulu croschek benar dan salahnya.
Inilah dampak negatif dari smartphone yang muncul ditengah-tengah kehidupan keseharian kita. Wajar saja pihak yang berwenang menindak para pelaku hate speech, karena bilamana terus dibiarkan akan menimbulkan perpecahan. Hasut menghasut, caci maki sampai-sampai sumpah serapah dengan mudah kita temukan dilini masa media sosial. Seolah, ini menjadi budaya baru dalam bermedia sosial.
Perangkat smartphone yang penggunanya aktif dalam bermedia sosial semestinya digunakan untuk sebuah kebaikan. Merekatkan antara sesama, meleburkan jarak dan menyatukan hal-hal yang berbeda. Berbagi kebaikan cerita dari masing-masing penggunanya.
Namun, semakin banyaknya pengguna media sosial justru dijejali isu, cerita dan berita politik yang berbau anyir. Belum lagi berita-berita yang ditulis oleh orang-orang usil yang jauh dari kebenaran. Sehingga, tak sedikit para aktivis media sosial percaya, seolah berita palsu itu menjadi acuan dan menimbulkan keresahan. Tak sedikit mereka dengan cepat membagikan berita-berita dimedia sosialnya.
Dahulu, para pemuda bersumpah menyatukan tekad mereka untuk membela bangsa dan tanah airnya. Tidak sekedar bersumpah lewat kata, mereka juga turun ikut berjuang melawan penjajah dengan taruhan nyawa. Kini, para pengguna media sosial yang kebanyakan generasi melenial sudah semestinya bertindak nyata serta mengambil sumpah demi bangsa dan tanah airnya, Indonesia, yaitu Say no to : "hoax" dan stop hate speech.
Generasi milenial dengan gawai cerdasnya atau smartphone-nya semestinya mampu menggunakan secara smart. Pun dalam bermedia sosial jangan sampai kehilangan kontrolnya. Norma dan etika tidak boleh ditanggalkan meskipun didunia maya. Sebab, meskipun dalam dunia maya itu mempengaruhi kehidupan nyata.
Konsekuensi atas apa-apa yang kita share, kita tulis dan komentari adalah tanggung jawab kita. Apakah?, kita, orang-orang yang diam-diam ternyata lebih suka hoax asal sesuai dengan hati. Apakah?, kita, benci dan lari pada kenyataan yang ada, padahal hal tersebut nyata kebenarannya. Cukup jawab pertanyaan itu dalam hati.
Sebagai generasi milenial di zaman now yang hidup dalam era digital dan tekhnologi yang semakin canggih dari hari ke hari bisa membawa dampak positif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Menjadi pioner gerakan-gerakan kebaikan. Menjadi motor penggerak dan perekat persatuan. Menjangkau dan berbagai ilmu serta informasi kepada mereka yang tidak terjangkau. Berbagai cerita yang bisa menggelorakan jiwa patriotisme dan nasionalisme. Itu semua bisa kita lakukan dengan mudah, praktis dan cepat dengan menggunakan media sosial saat ini.
Maka, smartphone dengan segala aplikasi yang terinstal didalamnya benar-benar menjadi alat bantu kita dikehidupan sehari-hari. Selayaknya kita pun seharusnya mampu mempergunakannya dengan cerdas pula. Bila, ternyata kita justru malah sebaliknya dalam menggunakan smartphone yaitu menebarkan hoax, kebencian dan hal negatif lainnya yang bisa menimbulkan kekacauan, keresahan, perpecahan dan permusuhan, saat itulah, tanya pada diri kita sendiri. Apakah?, kita yang belum cerdas menggunakan smartphone alias stupid man dalam menggunakannya.
Kini, sudah saatnya para pemuda milenial zaman now mengambil sumpahnya, yaitu say no to : "hoax" dan stop hate speech. Itu perlu dilakukan sebagai bentuk pengamalan sumpah pemuda yang dulu di ikrarkan oleh para pemuda tempo dahulu sebelum kita. Perjuangan kita sebagai penerus generasi bangsa belumlah berakhir. Merawat persatuan dan kesatuan antara sesama anak bangsa perlu dijaga. Kemerdekaan bangsa ini akan menjadi puing-puing yang hancur berserakan, jikalau kita terus lanjutkan menebar kebencian dan menyebarkan kabar yang memprovokasi terhadap sesama saudara.
Sudah selayaknya kemerdekaan yang kita nikmati ini perlu dijaga bersama. Kita sebagai generasi penerus penikmat kemerdekaan yang telah dimanja dengan kecanggihan tekhnologi patut bersyukur atas apa yang telah dicapai bangsa ini sampai saat ini. Kita tahu bersama, memang kekurangan masih ada disana-sini, namun jangan sampai hal tersebut dijadikan alasan untuk saling mencaci dan membenci. Berpikir dewasa tanpa emosi dalam menghadapi situasi sangat kita butuhkan saat ini untuk menghadapi era globalisasi yang tengah melanda negeri ini. Selain itu, kecanggihan tekhnologi yang kita nikmati hari ini, terutama smarphone, semoga bukanlah bentuk penjajahan baru atas negeri ini. Pun, bila kita lengah terhadap kecanggihan tekhnologi atau kita tetap terus melakukan ujaran kebencian dan hoax, maka sudah bisa dipastikan kita telah terjajah secara perlahan-lahan. Oleh sebab itu, kita harus siap menghadapinya.
Bungo, 06 November 2017
0 Comments
Post a Comment