![]() |
Sumb photo adobe firefly |
Sadar enggak?, jika kemiskinan yang dialami oleh masyarakat Indonesia sepenuhnya bukan karena masyarakatnya yang malas bekerja?. Sadar enggak?, saat kita melayangkan protes kepada pemangku kekuasaan selalu di bilang, makanya kerja jangan malas, kalau miskin jangan nyalahin pemerintah.
Kalian harus tahu, kemiskinan yang dialami oleh masyarakat tidak sepenuhnya salahnya mereka. Mereka bekerja keras siang dan malam, namun hasilnya tetap sama saja. Kita sebenarnya dimiskinkan oleh sistem yang ada. Para petani, nelayan, tukang becak, kuli bangunan, sopir angkot, pekerja dengan gaji dibawah upah minimum rata-rata dan bahkan yang bergaji umr pun sebenarnya mereka secara tidak langsung dimiskinkan oleh sistem atau disebut kemiskinan struktural.
Kemiskinan struktural di Indonesia merupakan masalah yang rumit dan berlangsung lama. Istilah "kemiskinan struktural" merujuk pada kondisi di mana kemiskinan bukan sekadar akibat dari faktor individu, tetapi dipengaruhi oleh sistem sosial, politik, dan ekonomi yang mengakar, serta ketidaksetaraan akses terhadap sumber daya yang dimiliki oleh masyarakat.
Bagaimana petani sejahtera, jika saat musim panen tiba, para pemangku kepentingan doyan impor beras dan bahan pokok lainnya yang membuat harga panen petani jeblok. Disektor nelayan pun demikian, ikan impor, garam impor, semuanya impor, sehingga hasil nelayan maupun masyarakat kelas bawah sangat kecil, bahkan tidak cukup untuk makan sehari-hari, yang akhirnya mau tidak mau membuat mereka melakukan pinjaman. Bak seperti kata pepatah bilang, sudah jatuh ketimpa tangga, sudah hasil panen, nelayan, becak tidak mencukupi, giliran hutang pun kena bunga juga.
Tukang becak juga sama saja, gimana mau naikkan tarif, orang yang disekitarnya saja juga susah, sehari dapat beli beras saja sudah syukur. Sopir angkot?, sama saja serba salah, mau enggak mau menaikan tarif akibat kenaikan bahan bakar minyak, toh itupun untung tipis, tidak tombok hari itu saja sudah senang.
Para pekerja yang bergaji dibawah UMR atau bahkan yang hanya dapat gaji UMR sama saja, gaji mereka cuma cukup untuk makan saja. Mereka harus menghadapi kenyataan, semua barang-barang naik, semua bahan pokok lebih mahal harganya, sedang gaji mereka tetap segitu-segitu saja.
Mengapa pemegang kekuasaan diam saja?, atau sepertinya senang jika masyarakatnya banyak yang miskin?. Tidak ada usaha melindungi harga hasil panen petani, nelayan, pekebun yang penting impor-impor terus. Sungguh miris sebenarnya, negera sebesar ini harus impor beras dari negara kecil Vietnam maupun Thailand. Negara yang punya bentang luas lautan terbesar, kenyataannya masih impor ikan. Apakah kalian masih kurang percaya, bahwa kemiskinan yang dialami masyarakat kita adalah kemiskinan struktural?.
Lihat dan perhatikan saja, perusahaan-perusahaan besar dengan mudahnya mendapatkan izin hak guna tanah untuk perkebunan sawit, karet, tambang atau yang lainnya. Bahkan, hak tanah masyarakat yang sudah punya sertifikat pun bisa dirampas oleh perusahaan besar. Harusnya masyarakat sekitarlah prioritas utama mendapatkan izin hak guna tanah, entah itu untuk pertanian atau perkebunan atau bisa untuk pertambangan rakyat dan perusahaan harusnya hanya bisa menerima hasil panen atau tambang dari masyarakat saja.
Realitanya yang terjadi, sepetak tanah saja masyarakat tidak punya. Menambang pun dinyatakan ilegal, digrebek, ditangkap dan dihancurkan peralatannya, padahal yang mengeruk lebih banyak adalah perusahaan besar, sedang masyarakat hanya untuk sekedar bertahan hidup. Kenapa harus dinyatakan ilegal dan ditangkap, bukankah sebaiknya diberikan pelatihan dan bimbingan?. Sampai sini masih belum percaya jika kemiskinan struktural itu benar adanya?.
Baca Juga :
Masih kalian teriak?, makanya kerja biar enggak miskin. Kalian kira, kami orang-orang miskin itu tidak kerja. Kalian anggap tidak berusaha kerja keras untuk mengubah dan memutus rantai kemiskinan kami?. Pahami, pemerintah lebih melindungi pengusaha ketimbang rakyatnya dengan dalih menarik investor lebih banyak, sehingga masyarakat hanya pantas mendapatkan gaji UMR saja. Sudah gaji UMR masih kena potongan ini dan itu. Padahal, bisa jadi perusahaan sebenarnya mampu membayar karyawan diatas UMR yang seharusnya.
Tidak puas, dengan gaji UMR, lagi-lagi dengan dalih menarik investor dan menciptakan lapangan pekerjaan yang layak, kini perusahaan diberikan kelonggaran dalam merekrut karyawannya, tidak wajib menjadi karyawan tetap ataupun outsourcing lebih miris lagi perusahaan dibolehkan karyawannya hanya berstatus mitra saja. Perusahaan melalui undang-undang cipta kerja yang baru bisa memberhentikan karyawannya kapan saja. Belum lagi kualifikasi yang diminta maupun batasan usia yang jelas-jelas bentuk diskriminasi saja, pemerintah tidak bergeming dan membiarkan diskriminasi itu terus terjadi. Apakah ini tidak termasuk sistem kemiskinan struktural?. Orang yang punya pendidikan tinggi saja dinegeri ini kesulitan mencari kerja.
Mau wirausaha pun tidak semudah yang dibayangkan, harus membayar uang keamanan kepada ormas tertentu, membayar izin ini dan itu, membayar iuran kebersihan, bayar pajak reklame, bayar PPN, bayar PPH dan sederet kewajiban pembayaran-pembayaran lainnya yang tentunya tidak akan mudah untuk survive. Jadi, jangan terus menuduh jika orang miskin itu pemalas, mereka sudah bekerja keras, tapi sistem telah melanggengkan kemiskinan mereka.
Bagaimana orang miskin bisa keluar dari garis kemiskinannya?, jika untuk anaknya sekolah saja yang katanya gratis ternyata tidak benar-benar gratis, mereka masih harus bayar buku, uang gedung, bayar seragam, uang pendaftaran dan segala tetek bengek lainnya yang membuat sebagian orang tua hanya mampu menyekolahkan anaknya mentok sampai SMA, ada juga orang tua yang menyekolahkan anaknya cukup sampai lulus SD yang penting tahu Calistung.
Bagaimana orang miskin berani menyekolahkan setinggi mungkin anaknya?, untuk makan sehari-hari saja senin kamis alias kembang kempis. Ini juga yang dimaksud kemiskinan struktural. Sistem ini akan terus membuat orang miskin tetap miskin. Lebih aneh lagi, sudah tahu biaya pendidikan tinggi malah pejabatnya memberikan solusi pinjaman online, bukan kebijakan ataupun solusi meringankan justru dimasukkan dalam jurang yang membuat orang tua semakin berat karena harus menanggung bunga pinjaman.
Masih banyak hal-hal yang sebenarnya kita alami tapi kita tidak sadar jika kita dimiskinkan secara sistem. Kita tidak benar-benar dibuat untuk naik kelas. Kemiskinan struktural yang kita alami terus dinikmati oleh segelintir orang yang terus menginginkan kita diposisi tersebut. Segelintir orang senang karena bisa membayar upah yang murah, karena masih banyak masyarakat yang bisa dibodoh-bodohi. Sekali lagi kemiskinan kita bukan sepenuhnya kesalahan kita, namun sistem juga berpengaruh besar atas kemiskinan yang kita derita.
Salah satu faktor kemiskinan struktural di Indonesia juga berasal dari ketidakmerataan pembangunan, di mana daerah perkotaan seperti Jakarta, Surabaya dan Bali mendapat lebih banyak perhatian dalam pembangunan infrastruktur dan ekonomi, sementara daerah-daerah terpencil, terluar, terpinggir dan pedesaan sering terabaikan. Hal ini juga menciptakan jurang kesenjangan ekonomi yang semakin lebar antara kota dan desa. Banyak masyarakat di pedesaan yang sulit mendapatkan akses terhadap pendidikan berkualitas, layanan kesehatan, informasi dan pekerjaan yang layak, sehingga mereka tetap terperangkap dalam kemiskinan.
Di sisi lain, kebijakan publik yang tidak selalu berpihak pada kelompok rentan juga memperkuat kemiskinan struktural. Misalnya, reformasi agraria yang tidak merata, monopoli tanah oleh segelintir elit, menaikan harga minyak, listrik, gas, pajak serta ketergantungan ekonomi pada sektor informal membuat masyarakat kecil sulit berkembang. Ditambah lagi, korupsi dan birokrasi yang berbelit seringkali menghambat distribusi bantuan sosial dan program-program pemerintah yang seharusnya ditujukan untuk mengentaskan kemiskinan, kenyataannya bantuan sosial tersebut dananya justru disunat dan yang lebih konyol lagi dananya lebih besar untuk rapat-rapat, studi banding, seminar maupun sosialisasi daripada realita yang diterima masyarakat.
Apakah kemiskinan struktural ini bisa dihilangkan?, jawabannya tergantung pemangku kekuasaan. Jika, kita terus dibiarkan dalam sistem yang seperti ini, kemiskinan struktural akan terus langgeng. Sebagai negara pemilik lautan dan daratan terluas dengan segala sumber daya yang dimiliki sudah seharusnya rakyat sejahtera seperti Uni Emirates Arab, Qatar, Singapura maupun Brunei Darussalam yang punya wilayah kecil tapi masyarakat sejahtera. Kembali lagi, semua tergantung dari para penguasanya, apakah berpihak kepada kepentingan masyarakat atau oligarki-oligarki yang senang dengan kemiskinan struktural ini?.
Bungo, 21 September 2024
0 Comments
Post a Comment