![]() |
Sumb photo : instagram bolalobfootball |
Saat berbicara tentang sepak bola di Indonesia, hari-hari ini ada perdebatan sengit yang mempertanyakan pemain naturalisasi dan loyalitas mereka kepada tim nasional dibandingkan dengan bakat lokal. Banyak supporter berpendapat bahwa pemain naturalisasi ini bisa dipandang penting untuk kesuksesan timnas. Bahkan pemain naturalisasi ini bisa dibilang lebih "Indonesia" daripada beberapa pemain lokal "Indonesia" sendiri, terutama setelah trauma masa lalu dari turnamen sebelumnya di Kejuaraan AFF 2010, yang dirusak oleh skandal pengaturan pertandingan sejumlah pemain timnas.
Sebelum melangkah lebih jauh, mari kita bicara tentang pemain naturalisasi. Ini adalah atlet yang memang tidak lahir di Indonesia tetapi dalam darah mereka mengalir darah asli orang Indonesia, jadi bisa dibilang apalgi disebut sebagai orang asing, mereka juga orang Indonesia. Hanya saja berbeda prosesnya untuk mendapatkan status kewarganegaraan. Apa salah jika pemuda Indonesia ingin membela tanah nenek moyangnya?.
Lihat saja, mereka yang telah memilih menjadi warga negara Indonesia dan mewakili bangsa ini, menunjukkan kecintaan yang lebih mendalam pada negara dan keinginan mereka untuk membuat sepak bola lndonesia bisa dilihat di kancah dunia. Banyak supporter yang mendukung kedatangan para pemain keturunan ini.
Para supporter merasakan hubungan dekat dengan mereka, mereka yang bersedia menginvestasikan waktu dan semangatnya ke tim nasional Indonesia. Misalnya, pemain keturunan Indonesia, seperti Sandy Walsh atau Marteen Paes dan lainnya, sering menunjukkan bahwa mereka benar-benar peduli dengan kesuksesan tim nasional, mengerahkan segalanya di setiap pertandingan, berjuang sepenuhnya untuk merah putih.
Dengan dedikasi dan komitmen yang telah ditunjukkan pemain keturunan Indonesia, bahkan effortnya lebih dibandingkan pemain timnas lokal yang menjual harkat dan martabat bangsanya untuk kepentingan pribadi di Kejuara Piala AFF 2010, atau para pemain timnas lokal yang untuk latihan saja sering telat, berbohong, tidak disiplin, dipanggil latihan tidak datang dengan berbagai alasan dan melanggar aturan yang diberikan pelatih, serta segala hal negatif lainnya yang dilakukan oleh pemain timnas lokal kita.
Sementara pemain keturunan Indonesia berbanding terbalik dedikasi dan komitmennya daripada pemain timnas lokal, apakah kita akan masih terus mempertanyakan status mereka sebagai orang Indonesia "asli"?. Justru mereka pemain timnas lokal yang sudah diberikan kesempatan membela Timnas Indonesia namun tidak menunjukkan komitmen dan dedikasinya, bahkan menggadaikan negara Indonesia untuk kepentingan pribadi harusnya dipertanyakan, apakah mereka benar-benar orang asli "Indonesia"?.
Sekarang jika para supporter mendukung penuh pemain keturunan Indonesia, kerena mereka tidak akan pernah melupakan patah hati di Kejuaraan AFF 2010. Bagi mereka yang masih ingat peristiwa itu, situasinya sangat memalukan dan menghancurkan nama baik bangsa. Setelah perjalanan yang menjanjikan, di final justru timnas Indonesia terlibat dalam kontroversi dengan tuduhan pengaturan pertandingan, yang menyebabkan ketidakpercayaan besar di antara para supporter.
Baca Juga :
Supporter merasa dikhianati, tidak hanya oleh para pemain yang terlibat tetapi juga oleh sistem secara keseluruhan. Belum lagi, pemain-pemain timnas lokal jika sudah punya nama lupa daratan, seenaknya, tidak menunjukan dedikasi dan komitmennya, karena sering melakukan hal-hal yang indispliner lainnya saat diberikan kesempatan membela timnas. Akumulasi hal-hal seperti ini yang telah memengaruhi pandangan supporter tentang pemain lokal, menciptakan skeptisisme tentang apakah bakat lokal benar-benar mencerminkan semangat sepak bola Indonesia.
Apakah lebih Indonesia daripada pemain timnas keturunan Indonesia?, bukankah sebaliknya pemain keturunan lebih Indonesia daripada pemain lokal Indonesia sendiri?. Pertanyaan ini sangat penting untuk dipertimbangkan ketika kita membahas siapa yang mewakili bangsa secara efektif, menunjukkan dedikasi dan komitmennya secara penuh untuk bangsa dan negara.
Kenangan pahit dari Kejuaraan Piala AFF 2010 itu masih melekat di benak banyak supporter dan tidakkan indispliner pemain lokal yang seolah menunjukkan ketidakseriusan, dedikasi dan komitmen mereka. Memudahkan supporter untuk menaruh harapan besar pada pemain keturunan Indonesia, yang sering kali tampak membawa angin segar, antusiasme, dan harapan mencatatkan sejarah baru sepak bola Indonesia.
Kesan bahwa mereka lebih berdedikasi, berkomitmen, dapat diandalkan dan semangat mereka sudah seharusnya menyadarkan para pemain lokal untuk menempa diri lebih baik lagi, menunjukkan komitmen dan dedikasinya lebih dan lebih lagi, terpacu dan terlecut semangatnya, jika para pemain keturunan Indonesia saja mencintai negara ini, apalagi mereka pemain lokal harus lebih mencintai lagi negeri ini. Bukan sebaliknya, nyinyir dan takut kalah saing, sudah semestinya pemain lokal meng-upgrade dirinya, tidak ada pilihan lain, kecuali itu agar bisa masuk kedalam skuad timnas seperti halnya Witan Sulaiman ataupun Rizki Ridho.
Kesimpulannya, jangan pernah memandang bahwa pemain naturalisasi atau pemain keturunan Indonesia adalah orang asing, mereka juga orang Indonesia, mereka juga bisa lebih Indonesia daripada orang Indonesia sendiri, tidak perlu lagi dipertanyakan loyalitas, komitmen dan dedikasi mereka untuk terus mengharumkan nama bangsa.
Bagi pemain lokal, teruslah belajar, perbaiki diri dan upgarde skill, tunjukan dan berikan dedikasi dan komitmen agar bisa mendapatkan kesempatan membela timnas Indonesia. Tak perlu minder dan merasa tersaingi, meski memang masih banyak PR untuk PSSI sendiri yang dari hari ke hari juga turut memperbaiki organisasi, pembinaan dan kompetisi disemua lini. Sekali lagi, baik pemain naturalisasi atau pemain keturunan Indonesia maupun pemain lokal memainkan peran penting dalam membentuk sepak bola Indonesia, mereka punya kesempatan yang sama untuk membela negara dan bangsa ini.
Pada akhirnya, cinta pada warna bangsalah yang harus menyatukan kita semua, terlepas dari dari mana seorang pemain memulai perjalanan mereka.
Muara Bungo, 16 September 2024
0 Comments
Post a Comment