![]() |
Sumb photo unsplash.com |
Kami berdua pun asyik ngobrol kesana kemari saling menceritakan tentang diri sendiri. Rasanya senang sekali bersahabat dengan Kak Lili. Bisa bercerita banyak hal yang menyenangkan maupun hal yang menyedihkan. Aku merasakan kedekatan emosional yang tidak pernah aku dapatkan dari sahabat-sahabatku sebelumnya. Kak Lili sangat spesial, bagiku.
Sudah lama kami duduk di kafe ini, Kak Lili masih ada siaran lagi. Aku sangat salut padanya meskipun sesibuk apa pun dirinya tetap bisa menyempatkan untuk bertemu dan berbincang denganku.
"Waktu luang itu kita yang ciptakan", ucapnya.
Memang sesibuk sibuknya kita pasti ada waktu, jika kita mau meluangkan waktu. Sebaliknya, waktu luang tidak akan pernah tercipta jika kita hanya fokus pada kesibukan dan pekerjaan. Sekali lagi, itulah yang membuat Kak Lili terasa spesial bagiku.
Kak Lili mengantarkan aku sampai dikos dan dia langsung pergi lagi untuk mengisi acara siaran di radio Ceria FM. Setelah, Kak Lili hilang dalam pandangan mataku, aku segera merogoh saku, mengambil kertas yang bertuliskan nomor hape yang diberikan oleh cowok misterius di kafe tadi.
Aku memandangi kertas kecil itu dengan perasaan campur aduk dan pikiran yang berkecamuk. Tulisan tangan cowok itu terlihat rapi, dengan angka-angka yang tertera jelas di sana. Rasa cemasku mulai menjalar, aku masih tetap bertanya-tanya siapa dia sebenarnya, kenapa dia mengancamku?, kenapa dia tidak suka aku dekat dengan Kak Lili?, dan apa maksudnya memberikan nomor ini?.
"Haruskah aku menghubunginya?" gumamku pelan, sambil memainkan kertas itu di antara ujung jari-jariku.
Baca Juga :
Bayangan sorot mata dan suaranya terlintas kembali di pikiranku—sosok yang tidak begitu asing, aku seperti pernah bertemu dengannya, tapi bagiku tetap saja terasa misterius. Tatapan matanya seolah menyimpan sesuatu, sesuatu yang membuatku penasaran, tapi juga sedikit ragu untuk menghubunginya.
Aku menghela nafas panjang, lalu duduk di atas kursi didepan teras kosanku. "Ini hanya nomor telepon. Tidak ada salahnya, kan, coba menghubungi?" Aku mencoba meyakinkan diriku sendiri, tapi entah kenapa aku tetap merasa khawatir mencari tahu siapa cowok misterius itu.
Aku mengambil ponselku, jempolku melayang-layang di atas layar sebelum akhirnya aku mengetikkan nomor yang ada diatas secarik kertas itu secara perlahan. Tapi sebelum aku sempat menekan tombol "panggil", layar ponselku menyala karena sebuah notifikasi pesan masuk.
Pesan dari Kak Lili.
"Jangan lupa telephone aku nanti ya setelah siaran..."
Aku tersenyum membaca pesan itu. Kak Lili selalu tahu cara membuatku merasa dihargai. Namun, pesan Kak Lili membuatku berpikir ulang, mengurungkan niatku untuk mencari tahu sosok cowok misterius itu. Bagaimana jika aku salah ambil keputusan? Bagaimana jika orang ini punya niat yang tidak baik padaku maupun Kak Lili?.
Setelah beberapa detik termenung, aku memutuskan untuk memberanikan diri mengirim pesan ke nomor itu, aku tidak menghubunginya agar jika ada apa-apa setidaknya ada bukti chat yang bisa aku simpan. Aku ingin memastikan segalanya aman sebelum melangkah lebih jauh. Lagipula, aku tidak ingin jauh-jauh dari Kak Lili, sahabat sekaligus "kakak" yang selalu bisa kuandalkan.
Pesan kepada cowok misterius itu sudah aku kirim. Namun, tidak ada balasan darinya. Aku sudah menunggu lama. Ini membuat rasa penasaran itu terus mengintip di sudut pikiranku. Siapa cowok itu? Apa tujuannya?, kenapa dia tidak suka aku dengan Kak Lili?, dan mengapa dia berani mengancamku aku? Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar dipikirkanku, membuat malamku menjadi lebih panjang dari biasanya.
Bungo, 14 Januari 2025
0 Comments
Post a Comment