Siapa diantara kita yang ingin merasakan sakit?. Tentu, tidak ada satu pun orang yang menginginkannya. Baik rasa sakit fisik ataupun rasa sakit ruhani. Banyak dari kita -terutama saya pribadi- selalu berburuk sangka kepada yang namanya sakit. Dari buruk sangka inilah yang membuat diri kita mudah mengeluh, meratap, meraung bahkan berani menunduh Tuhan tidak adil.

Rasa sakit sebenarnya adalah bunyi alarm yang begitu berisik dan sangat mengganggu nyenyaknya tidur. Namun, seberisik apa pun bunyi alarm kita tetap saja enggan bangun dari tidur. Kita justru abai. Tidak peduli. Semakin kencang alarm semakin kencang pula menarik selimut. Terkadang juga kita membuka mata separuh saja, lalu meraba-raba sebentar untuk mematikan alarm tersebut. Lantas, kita kembali lagi melanjutkan tidur. Disitu, kita sering tak sadar, bahwa yang membuat agar alarm itu berbunyi yaitu diri kita sendiri.

Seperti alarm itulah gambaran dari rasa sakit. Rasa sakit memang sangat mengganggu kehidupan kita. Kita hanya tahu rasa sakit itu hanya pengganggu. Sehingga, sesakit apa pun kita selalu berburuk sangka dan tidak pernah belajar dari rasa sakit itu. Kita justru abai pelajaran apa yang ada dalam rasa sakit tersebut. Kita tidak mau peduli sebab apa rasa sakit itu timbul menjangkiti tubuh.

Kalau pun, kita mampu membuka mata dan mau belajar atas rasa sakit itu hanya sebentar saja. Setelah, itu kita melupakan begitu saja. Kita ini seperti anak kecil yang sedang sakit panas berjanji kepada ibunya untuk tidak main hujan lagi dan minum es sembarangan. Esoknya, setelah sembuh kita ingkar janji, malah mengulangi lagi. Esoknya, jatuh sakit dan berjanji lagi. Begitu seterusnya. Kita masih dalam taraf "kapok lombok".

Jika, kita mau jujur pada diri sendiri, mau berfikir lagi, rasa sakit itu timbul karena sebab perbuatan kita sendiri. Sayangnya, kita tidak pernah tersadar akan hal itu. Kita sering kali merasa sudah aman-aman saja. Semua baik-baik saja. Tak perlu ada yang dikoreksi dari diri kita. Maka, saat jatuh sakit cenderung berburuk sangka sehingga membuat diri mudah mengeluh, menyalahkan dan meratap. Ketimbang memetik pelajarannya. Dan tidak terfikir sedikit pun bahwa rasa sakit itu merupakan teguran untuk mengoreksi hal yang kita perbuat sendiri.

Berbaik hati kepada rasa sakit atau berbaik sangka sangatlah penting. Karena, berbaik hati kepada rasa sakit juga termasuk obat yang menyembuhkan. Bagaimana mungkin tidak menyembuhkan?. Lihat saja, orang-orang yang yakin, tangguh menghadapi rasa sakit dengan legowo lebih cepat proses penyembuhannya. Orang-orang yang ditimpa rasa sakit akan kegagalan, lalu berbaik sangka dan mau belajar dari kegagalan lebih cepat bertemu jalan suksesnya. Demikian pula, orang-orang yang sakit hati karena dikhianati, lantas berbaik sangka dan mau belajar dari sakitnya dikhianati tentu mereka akan lebih tahu bahwa kesetiaan sangatlah berharga.

Rasa sakit pun sebenarnya merupakan sebuah paksaan agar kita mau belajar. Bunyi alarm berisik yang membuat kita terganggu. Meski, demikian rasa sakit itu penting. Bunyi alarm itu penting. Lewat itu kita diingatkan agar tidak terlena, terlalu asyik, terlalu menganggap semua yang kita perbuat baik-baik saja, tidak ada cacat cela. Ada pesan yang harus kita gali dari rasa sakit itu.

Dari rasa sakitnya gigi, kita akan belajar menjaga kesehatan gigi. Dari rasa sakitnya pengkhianatan, kita akan belajar kesetiaan. Dari rasa sakitnya kebencian, kita akan tahu betapa nikmatnya dicintai. Dari rasa sakitnya kegagalan,   kita akan belajar berjalan menuju kesuksesan. Dari rasa sakitnya jatuh, kita akan belajar untuk bangkit.

Maka,  berbaik sangkalah kepada rasa sakit...

Bungo, 04 September 2016