Semua orang didesa sibuk berdebat membicarakan pemilihan lurah. Ada yang sibuk meyakinkan, mempengaruhi, mempromosikan dan ada pula yang memprovokasi untuk tidak memilih calon lurah nomor sekian. Tentu, para team sukses, relawan dan para pendukung calon lurah akan semakin sibuk, karena besok sudah hari pencoblosan. Mereka mana mungkin tenang-tenang saja, mereka tidak akan tenang, justru kian kencang serangan yang dilakukan.
Keadaan itu wajar-wajar saja, dukung mendukung pun sah-sah saja, asal jangan sampai adu jotos saja, merasa jagonya paling jago. Mencari kesalahan, kekurangan, bahkan perlu dipikirkan pula strategi kecurangan menjatuhkan lawan, agar jagonya yang sebenarnya loyo bisa dimanipulasi sedemikian rupa sehingga terlihat paling jago. Memang pemilihan lurah ini menyita dan menguras akal serta tenaga semua orang, walaupun sejatinya pemilihan lurah tersebut bukan berada di desa mereka. Tapi, tetap saja mereka yang tinggal diluar desa ikut sibuk mendiskusikannya.
Sedangkan, untuk Bedul dan Badrun tetap gayeng dan anteng-anteng saja mengenai pemilihan lurah didesanya, bahkan geger baru yang hari ini terjadi. Padahal, orang-orang didesa dan luar desanya hampir semua sibuk berdebat dan membicarakan pemilihan lurah. Pemuda seperti Bedul dan Badrun lebih senang memetik gitar sambil bernyanyi-nyanyi, cangkruk dipinggiran perempatan desa. "Urusan moral... Urusan akhlak... Biar kami urus sendiri. Urus saja moralmu... Urus saja akhlakmu....Keadilan yang tegak yang kami mau.. " terdengar sayup-sayup nyanyian sumbang mereka berdua.
![]() |
Photo sekedar ilustrasi |
Pun lagu itu bukan mereka nyanyikan bukan dalam rangka menyindir para calon lurah ataupun para koruptor dibangsa ini. Mereka hanya bergembira saja memetik gitar, lantas bernyanyi. Bedul dan Badrun saat-saat cangkruk tidak hanya bernyanyi saja, terkadang mereka ngobrol tentang hal-hal yang tengah terjadi didesa atau bahkan seringkali bercerita betapa gundah gulananya nasib jomblo yang dialami perjaka tua seperti mereka. Pun, jika berbicara tentang hal-hal yang hangat didesa, mereka tetap enggan berbicara masalah pemilihan lurah, bagi mereka berdua sudah tidak tertarik lagi untuk membahasnya.
"Dari pada kita membicarakan pemilihan lurah, lebih penting lagi adalah pesan Si Mbah yang diringkas dan ditulis Bejo", kata Bedul. "Wah... kalau itu kurang menarik. Malah buat cepat mengantuk", kata Badrun menawar. "Sesekali serius kan tidak apa-apa ta?", Bedul mencoba menyakinkan. "Okelah... Cepat baca apa pesannya Mbah Saberang yang ditulis Bejo itu", jawab Badrun dengan ekspresi wajah yang begitu datar.
Tanpa harus menunda lagi, Bedul langsung mengeluarkan secarik kertas dan membacakan ringkasan tulisan Bejo yaitu :
Dengarkan suara-suara gemerisik,
Daun-daun bercengkrama menelisik,
Dengarkan suara-suara gemericik,
Air-air berjalan ikut juga menelisik,
Daun dan air menjadi bisunya saksi,
Atas genap ganjilnya hal yang terjadi,
Bahkan, benda-benda yang kau anggap mati,
Dengan fasih bercerita runtut runut pada Illahi,
Gemerisiknya dedaunan, bahkan..
Gemericiknya air, bahkan...
Benda-benda mati, bahkan...
Gemetar tanah yang kau injak, bahkan...
Ikut mendo'akan kebaikan, bahkan...
Melaknat keburukan yang kau lakukan..
Dengarlah alam berbicara,
Lihatlah semesta dan baca,
Mendengar apa yang dibaca Bedul, Badrun kepalanya malah pusing dan bingung, ia pun bertanya "maksudnya Bejo itu apa ya?". "Tulisan ini sebenarnya merupakan catatan ngajinya Bejo kepada Mbah Saberang. Pada saat itu Mbah Saberang sedang menjelaskan QS Al Zazalah : 04) dan QS Fushilat : 20-21", belum selesai berbicara Badrun langsung menyerobot dan langsung berseloroh, "Menarik untuk disimak ini. Saya bisa menimba ilmu agama kepada sampeyan". "Sebentar dulu, saya belum selesai menjawab keingintahuanmu yang tadi. Biarkan saya selesai bicara. Pun perlu diingat saya tidak pandai agama, wong alif, ba', ta' saja tidak hafal, koq menimba ilmu agama pada saya, bukan kapasitasnya" jawab Bedul cengengesan.
"Dalam QS Al Zazalah : 04 itu memberikan informasi bahwa nanti bumi yang kita pijak ini akan berbicara menjadi saksi bagi setiap keburukan atau dosa yang kita lakukan, sedang QS Fushilat : 20-21 memberikan gambaran yang begitu jelas bahwa anggota tubuh kita sendiri pun menjadi saksi. Pun benda-benda yang sekarang dianggap mati dan tidak bisa berbicara itu akan sangat fasih menceritakan hari-hari yang kita lalui yang kelak kita tidak bisa membantahnya dihadapan Illahi" Bedul menjelaskan. Mendengar penjelasan itu Badrun berkata "Tak ku sangka, ternyata kamu bisa menjelaskannya". "Bukan saya yang menjelaskan itu, bukan... Kurang lebih saya hanya meniru dan menyampaikan apa yang diucapkan oleh Bejo kemarin", Bedul menolak pujian Badrun.
Mereka berdua terdiam beberapa saat, lalu Badrun meletakkan gitarnya. "Tapi... pembahasan itu terlampau berat bagiku dan bagimu yang tak pernah mengaji. Sebaiknya membahas yang lain saja, daripada nanti salah tafsir atau mungkin bisa-bisa kita malahan menista agama. Urusan kita nanti menjadi semakin ribet ta?" usul Badrun. "Betul juga kamu. Lebih enak kita ngobrol tentang kasus balada cinta FH", Bedul menawarkan. "Itu sangat sensitif. Kita bisa juga dituduh menyebar fitnah atau berita hoax", Badrun kembali mengingatkan.
Bedul pun meluruskan "tapi... kan tidak membahas tentang siapa itu pelakunya, tidak pula bermaksud menghina siapa pun. Terlepas benar ataupun tidaknya, ada sisi lain yang menarik untuk dijadikan bahan perenungan". "Terus apa yang menarik dari kasus FH itu?", Badrun sangat ingin tahu. "Yang menarik adalah tv, bantal, guling, selimut dan dinding kamar mandinya", jawab Bedul. "Ah... Mentang-mentang tidak punya tv dirumah, terus mau minta sumbangan tv sambil tiduran dibantal yang empuk begitu maksudmu?", Badrun semakin tidak paham, penuh keheranan.
"Bukan itu maksudku... Dengar dulu, aku belum selesai. Nah, mengapa aku tertarik benda-benda itu?, sebab benda itu disita dan dijadikan barang bukti yang nanti tidak bisa dibantah oleh pelaku. Disitu seolah pihak kepolisian menjadikan benda-benda mati itu saksi yang mampu berbicara, mengungkapkan benar dan salahnya FH. Benda itu menjadi bukti sekaligus saksi. Ya... meskipun tidak bisa bicara, minimal benda itu menjadi petunjuk memperoleh kebenaran. Itu yang membuat saya tertarik. Jika, pihak kepolisian saja bisa menjadikan benda mati tersebut sebagai barang bukti, seolah benda itu berbicara mengungkapkan kesalahan seseorang, maka Maha Besar Allah yang menciptakan langit dan bumi beserta isinya. Jadi, bagaimana mungkin kelak di yaumul hisab kita bisa mengelak?, sebab bumi mampu berbicara menjadi saksi, bahkan anggota tubuh kita" tutur Bedul menegaskan.
Badrun yang biasanya ketawa-tawa saja, tampak serius menyimak dan mendengar apa yang dikatakan Bedul. Sesekali Badrun pun menganggukan kepala. Bedul pun belum berhenti berbicara, "Selain itu, ada sidik jari yang biasanya digunakan untuk mengungkap misteri suatu kasus, ya... jari jemari disini seakan berbicara dan menunjuk siapa yang berada dibalik misteri, bahkan dengan sehelai rambut saja kepolisian bisa juga mengungkap identitas seseorang. Apalagi, Allah SWT. Oleh sebab itu, kita sebenarnya tidak akan pernah mampu menyembunyikan dosa-dosa kita. Sebagus apa pun dosa itu ditutupi pasti akan terungkap. Pun kita tidak pernah bisa memanipulasi kebohongan sebagai kebenaran. Jika, telah tiba masanya, maka kebohongan dan dosa akan terungkap", kali ini Bedul sangat serius berkata.
Badrun kelihatannya sudah tidak tahan, mungkin pikirannya sudah kepenuhan, sehingga kepalanya disandarkan di tiang listrik. Pun ia berkata, "ini terlalu rumit bagiku untuk mengerti. Antara linglung dan tak paham". Bedul hanya tersenyum mungil. "Ya sudah... petik gitarmu, mari kita bernyanyi", ucap Bedul mengajak.
Bungo, 14 Februari 2017
0 Comments
Post a Comment