Aku ingin menyapamu
tapi, aku tak mampu.

Ku ingin menuliskan sesuatu
bahwa aku sedang sekarat menahan rindu.

Dari beberapa bulan lalu
ketika engkau masih menyirami
keringnya hati.

Setelah waktu ke waktu berlalu
saat detik-detik jam terus berlari
mengejar menit-menit yang bersembunyi
dibalik jarum jam dan angka-angka yang menanti.
Adalah saksi atas rindu yang melanda hati.

Tahukah engkau dinda?.
Senyummu itu membuatku resah.
Setiap malam sulit ku pejamkan mata.
Hatiku bimbang dilanda gelisah
karena teringat senyummu yang indah.


Baca juga :


Duhai...jarak dan ruang.
Mengapa kau hadir sebagai penghalang?.

Betapa jarak menjadi pemisah.
Sedang ruang hanya mampu menampung resah.
Hati gemetar menahan rindu yang membuncah.

Tahukah engkau dinda?,
Dedaunan yang mengering adalah tanda,
telah sekian lama hujan tak turun jua.
Sebagaimana rindu yang ku rasa.

Duhai...awan..
Kapan engkau bawa hujan?.
Membasuh ranting-ranting kering.
Mengguyur dedaunan yang menguning.

Duhai...dinda...
Kapan engkau datang?.
Sakit rinduku kian meradang.
Jiwaku ringkih didekap bayang-bayang.

Duhai...dinda...
Bukannya aku tak bisa mengarungi samudera.
Bukannya aku tak mampu mendaki gunung tinggi.

Tapi, dinda...
jika, aku dan kamu bersua.
Pasti ada yang terluka.
Sebab cinta kita berdiri diatas bara.

Bungo, 18 Januari 2018