![]() |
Sumber Photo : unsplash.com |
Bejo malam ini nampak bahagia sekali, tidak seperti malam biasanya. Raut wajahnya berseri. Senyumnya sumringah. Bahagia itulah kata yang tepat menggambarkan Bejo saat ini.
Di temani secangkir kopi, Bejo duduk diemperan warung Mbak Jum. Datang dari kejahuan sambil berlari menggunakan bekas karung beras diatas kepala agar tidak basah kuyup sampai warung Mbak Jum. Ya.. malam ini hujan cukup deras membasahi Desa Klutuk.
"Ngopi ndak ajak-ajak", dengan napas terengah-engah Sudrun menyemprot Bejo.
" Lha koq ngamuk", Bejo menimpali kesal karena tiba-tiba dia menjadi tertuduh.
"Mbak Jum... Kopi setunggal, enjeh.. Mangke kalih Mas Bejo ikang mbayar", tanpa basa basi Sudrun memesan secangkir kopi sembari tersenyum.
" Mpun Mbak Jum... gampil. Mangke kulo ingkang mbayar", kata Bejo memberi persetujuan pesanan Sudrun.
Bejo geleng-geleng kepala melihat kelakuan Sudrun yang dari dulu enggak berubah-rubah. Meski, begitu tidak lantas pertemanan mereka menjadi buyar, justru lebih saling bisa mengerti dan memahami perbedaan.
"Tumben enggak malming sama yank mu", Bejo menyindir.
" Mau malming gimana?, hujan dari tadi enggak reda-reda, padahal sudah rapu dan wangi, tinggal gas saja, eh hujan", agak kesal Sudrun menjawab pertanyaan Bejo.
"Kata orang jatuh cinta, gunung didaki, lautan diseberangi. Kenyataan hujan datang enggak jadi pergi, malah ngopi", Bejo lantas tertawa lepas melihat Sudrun terlihat terintimidasi, wajahnya lesu dan mulutnya terkunci tak bisa menanggapi.
" Aku berdo'a semoga setiap malming hujan deras sederas-derasnya", kembali Bejo terkekeh.
"Ngawur... Mbok jangan begitu. Kami semua ini hanya bisa melepaskan rasa kangen satu minggu sekali. Itupun jika ketemu waktunya. Kamu itu Jo, belum tahu rasanya betapa beratnya menahan rasa rindu", kata Sudrun sembari menghela nafas panjang.
" Prrreeeekketettt, ghedabrus sampeyan, Drun. Cinta itu semestinya menguatkan, bukan melemahkan. Wong enggak ketemu seminggu saja rasanya sudah seperti orang yang kehilangan seribu tahun. Dasar manusia lemah. Belajarlah pada para jomblo. Mereka itulah manusia kuat tidak seperti kalian, lemah...", Bejo senang sekali bisa menghabisi Sudrun malam ini. Biasanya setiap malming Bejo hanya gigit jari dan ngopi di warung Mbak Jum. Mungkin ini adalah dendam Bejo yang tersimpan sejak lama, karena setiap malming selalu diklaksoni Sudrun sembari membonceng pacarnya, seperti setengah pamer didepan Bejo.
Sudrun hanya cengar-cengir mendengar sindiran Bejo. Tak ada raut wajahnya marah kepada Bejo. "Jo... Sampeyan belum tahu bagaimana rasa mencintai seseorang. Besok kamu akan tahu dan akan mengalami jadi wong edan karena cinta. Saat masa itu tiba bahkan kamu akan melupakan dirimu sendiri, diri sendiri tidaklah penting, hidupmu tanpanya akan tidak lagi menarik dan bersabarlah.. Masa itu akan tiba", Sudrun menjawab sindiran-sindiran Bejo.
Baca Juga :
" Bukan aku mundur karena hujan datang dimalam ini. Hujan tak akan mampu menghalangi kita untuk bertemu. Kita memilih untuk tidak bertemu sementara. Pintanya agar aku tidak nekat datang saat hujan adalah wujud perhatian. Sedang aku menuruti pintanya bukan sebab lemah, tapi inilah yang dinamakan Rahmah. Hari ini sesungguhnya kami sedang menabung rindu", dengan penuh energi kebahagian Sudrun berkata, lalu melahap pisang goreng didepannya.
"Mbelghedes... Gayamu Drun, bilang aja kamu lemah, tak punya keberanian alias penakut. Lihatlah kami jomblo, adalah manusia merdeka, bebas melakukan apa yang kami suka, tak perlu takut pada siapapun, kami jomblo adalah manusia mandiri, tak perlu diingatkan untuk hanya sekedar makan. Kami, jomblo adalah manusia dewasa yang tak perlu merengek untuk meminta perhatian. Ya, kami manusia kuat, meski jalani hari tanpa ada yang menemani", respon Bejo dengan angkuhnya.
Tak mau kalah Sudrun membela diri, mempertahankan argumennya dan membantah penjelasan Bejo, "Ngene lho...", dengan aksen jawa yang kental Sudrun memulai, " Cinta itu tidak bisa dipandang mata, tapi ia harus dirasa. Jika, kamu, Jo... tidak bisa merasa atau bahkan belum pernah merasakan, gimana aku bisa menjelaskan. Karena rasa tidak bisa diwakilkan lewat kata. Aku nukilkan sebuah ta'wil pun engkau akan menuduhku berbohong. Ku suguhkan i'tibar pun engkau tak akan menerimanya, karena yang kau gunakan adalah logika semata, tanpa melibatkan hati yang bisa merasa. Sungguh dunia kita berbeda, kau berdiri pada logika, sedang aku percaya pada rasa. Suatu saat nanti jikalau kau telah mengenal cinta, menyelami samudera rasa yang membuat hatimu luluh, kemudian...pada akhirnya engkau akan sampai berada di titik bahwa kau tak bisa hidup tanpanya. Begitulah cinta, semakin engkau menyelam lebih dalam, engkau akan melupakan dirimu sendiri, yang ada ialah semua tentangnya. Begitulah cinta, jika mampu merasakannya hidup akan terasa sangat indah dan tak penting lagi dunia seisinya, yang terpenting ialah cintamu dan cintanya".
Bejo hanya bisa menahan nafas, apa yang dikatakan Sudrun baginya merupakan teori semata atau lebih parahnya bisa disebut itu hanya omongan orang yang sedang mabuk asmara. Maka, apa yang keluar dari mulut orang yang mabuk tidak bisa dipercaya, dijadikan dalil, apalagi menjadi dasar untuk memperkuat argumen. Bagi Bejo Sudrun adalah orang mabuk itu.
Mungkin karena sudah jengkel Bejo akhirnya nyelutuk, "Terus misal kamu putus sama cinta mu itu, apa kamu cari yang lain?" tanya Bejo penasaran.
"Ya... Pasti.. Lelaki koq...", jawab Sudrun dengan mantap.
" Lha tadi bilang tidak bisa hidup tanpanya, dan semua tentangnya?, yang lain tidak lagi penting, begitu engkau menjelaskan. Nyatanya, putus sama dia, kamu malah cari yang lain", Bejo meledek Sudrun. Parahnya seluruh orang seisi warung mendengar itu dan tawa mereka pun pecah. Sudrun pun hanya terdiam berselimut malu.
Muara Bungo, 30 Juni 2021
0 Comments
Post a Comment