Sumb Photo : unsplash.com

Marsudi Bhakti : "Makanya, berpikir dulu sebelum bicara. Jangan asal ucap saja, Jo.. ", kata Sudrun

" Mbok ojo waton njeplak, jadinya Mamet marah sama kita", Ipung ikut menambahi. 

Mendengar teguran Sudrun dan Mamet, bukannya merasa bersalah, Bejo malah bersikap biasa saja, seolah tidak terjadi apa-apa. 

"Ngono wae, baper.. ", sahut Bejo dengan raut muka yang agak ngeselin.

" Lho.. bukan masalah baper, tapi setiap orang punya batasan sendiri, Jo... Ada privasi yang perlu dijaga, tidak semua hal bisa dibuat bercanda ", Sudrun penuh jengkel memberi bantahan.

" Sebelum berbicara lebih baik berpikir dulu, apakah hal yang kita ucapkan ini baik?, pantas ? dan tidak menyinggung perasaan orang lain?. Kita sudah lama berkawan, Jo... Tapi, kamu masih belum bisa mengenali kawan sendiri?, apa karena jabatanmu saat ini, sehingga melupakan adab dan bisa berbicara seenaknya?". Semakin emosi Sudrun mencecar Bejo.

Bejo menanggapi dengan santai saja, "fakta terkadang menyakitkan", selorohnya. 

" Iya, memang itu fakta, tapi tetap enggak bisa seperti itu. Ini masalah privasi. Jangan sembarangan mencampuri privasi orang lain. Terkadang kita lebih baik memilih diam, agar bisa menghargai privasi orang lain. Itu pentingnya berpikir dulu sebelum berbicara", Ipung geregetan pada Bejo.

Lagi-lagi Bejo tak ambil pusing dengan perkataan Ipung, justru Bejo menasehati Ipung, "Sebagai kawan yang baik harus mengingatkan sesama kawannya, jika salah. Aku berbicara pada Mamet seperti itu... karena aku sudah berpikir matang-matang. Semata-mata untuk kebaikannya. Aku tidak bermaksud menyinggung, harusnya Mamet enggak usah baper. Mamet hanya perlu menanggapi santai, kalau bagus diterima, kalau enggak dibuang saja".

Sudrun dan Ipung terdiam sejenak mendengar penjelasan Bejo, "... tapi enggak langsung main tembak. Bisa kan dengan cara yang lebih halus, supaya Mamet tidak tersinggung", kata Sudrun dengan pelan dan menahan emosi setelah dapat penjelasan.

" Ini yang perlu kalian pahami. Tadi kamu bilang gini, Drun... Kita sudah lama berkawan, Jo... Tapi, kamu masih belum bisa mengenali kawan sendiri?. Pertanyaan itu semestinya ditujukan untuk Mamet. Kalian kan tahu bagaimana aku, kalau ngomong langsung nyerocos kemana-mana, harusnya enggak usah baperan lah Mamet", Bejo mencoba membela diri.

"Orang yang patut diberikan pemahaman juga bukan aku. Namun, Mamet"

"Apa salah Mamet?, jelas-jelas kamu salah, Jo", Ipung memotong pembicaraan Bejo. 

"Gini.. ", kata Bejo, menghela nafas panjangnya, " Lihat Mamet.. !!, betapa dirinya tak malu menunjukkan kebodohan dirinya. Selingkuh dengan isteri Lek Paimin, itu masih kalian anggap benar?, bukankah itu termasuk mencampuri privasi orang lain?, tidak perlu ditegur?, tidak boleh dinasehati?, harus dielus-elus kepalanya?. Tanya pada Mamet, apa dia berpikir dulu sebelum bertindak?".


"Sudah.. sudah, Jo", Sudrun mencoba menenangkan Bejo yang mulai naik emosinya dan nada bicaranya meninggi. 

" Belum.. belum, aku belum bisa berhenti bicara. Jikalau, kalian masih belum paham juga. Ipung... dan Sudrun... seperti pembelaan kalian berdua pada Mamet, apakah itu juga hasil olah berpikir kalian sebelum membelanya dan menyalahkan aku?", Bejo menunjuk hidungnya sendiri. 

"Kalian saja bertindak membela Mamet tanpa berpikir dulu. Asal bicara. Asal membela. Memang benar, seburuk-buruknya seseorang kalau dia menyukai pasti setiap keburukannya dimaklumi, kesalahannya selalu dicarikan alasan pembenarannya. Tidakkah kalian menginginkan orang yang kalian sukai berubah menjadi baik?, teman yang baik tak akan menjerumuskan temannya, tak akan membiarkannya tenggelam dan selalu mengingatkannya jika tersesat"

Seperti biasa, Bejo berbicara panjang lebar. Menumpahkan kekesalannya. Belum cukup sampai disitu Bejo masih saja ngomel tak tentu arah.

"Semestinya kita malu punya teman Mamet. Secara perbuatannya sangat buruk, mencoreng pertemanan kita. Sampai kapan?, kita menutupi aibnya?, berpura-pura tidak terjadi apa-apa?, padahal seluruh warga didesa ini tahu aib apa yang dilakukan Mamet. Hal seperti inikah yang kalian dukung?, " tanya Bejo pada Sudrun dan Ipung.

"Dari kisah Mamet ini kita harus berhati-hati sebelum bicara. Jangan asal ucap. Berpikir berkali-kali sebelum bicara dan bertindak. Fakta memang menyakitkan. Apakah kalian berdua masih menyalahkan aku?, sebagai kawan aku berbicara apa adanya dan berusaha mengingatkan, sebab aku tak mau Mamet lebih jauh melenceng, maka aku tidak ingin seperti kalian hanya diam, terus mendukung dan memberi pembelaan walaupun temannya salah", Bejo berapi-api menceramahi Sudrun dan Ipung.

"Sama seperti kamu, Jo", tiba-tiba terdengar suara samar. Sudrun, Ipung dan Bejo spontan mencari sumber datangnya suara. Setelah dilihat ternyata Mbah Saberang. Mereka bertiga kikuk, karena Mbah Saberang ternyata ikut duduk bersama mereka di pos ronda. Entah mulai kapan duduknya. Mungkin saking seru perdebatan mereka bertiga, sampai tidak menyadari kedatangan Mbah Saberang.

" Sama seperti siapa, Mbah? ", Bejo bertanya penasaran.

"Kamu... sama Mamet sama saja. Lebih parah kamu lagi, Jo. Bila, Mamet merugikan dirinya sendiri maupun kedua rumah tangga. Tapi, kamu... merugikan orang satu dusun. Mana ucapanmu dulu saat ingin dipilih jadi kepala dusun?. Dulu saat keliling dusun menawarkan janji-janji manis lewat lisanmu itu bagaimana?. Saat kamu melontarkan janjimu dan berbicara didepan banyak orang, apakah kamu sudah berpikir terlebih dahulu?. Bagaimana kamu bertindak mewujudkan semua hal yang kamu janjikan pada rakyat dusun?. Sudahkah kamu berpikir itu, Jo?. Jika sudah, mana bukti kamu sudah bertindak untuk mewujudkannya? ", Mbah Saberang mengungkapkan kekecewaannya pada Bejo.

Ipung dan Sudrun mendengarkan pertanyaan Mbah Saberang pada Bejo secara bertubi-tubi hanya bisa melongo. Sedang, Bejo dia seribu bahasa tak menanggapi pertanyaan Mbah Saberang.

Mbah Saberang kemudian melanjutkan bicaranya lagi, "Jo... sebagai kawan, sudah bagus niatmu mengingatkan Mamet atas kesalahannya. Maka, aku juga demikian sebagai kawanmu berusaha mengingatkanmu agar kamu bisa lebih baik".

Mendengar apa yang disampaikan Mbah Saberang itu, Bejo hanya bisa diam saja dengan wajah tertunduk lesu. Bejo, Ipunk dan Sudrun tidak ingin menanggapi apa yang dikatakan Mbah Saberang, karena jika ditanggapi bisa-bisa urusannya jadi panjang.

Tak ingin lama-lama diceramahi Mbah Saberang, akhirnya Bejo, Ipung dan Sudrun mencari alasan untuk agar bisa pergi dari Pos Ronda. 

"Ya... Ya... Silahkan kalau mau ada urusan lain", kata Mbah Saberang memberi izin.

" Pesenku hanya satu pada kali bertiga, ingat syair ini", Mbah Saberang lalu melantunkan syair, 

يَمُوْتُ الفَتَى مِنْ عَثْرَةٍ مِنْ لِّسَـــــانِهِ 
وَلَيسَ يَمُوتُ الْمَرْءِ مِنْ عَثْرَةِ الرِّجْلِ

  فَعَثْرَتُهُ مِنْ فِيْــــهِ تَرْمِىْ بِرَأْسِـهِ
 وَعَثْرَتُهُ بِالرِّجْلِ تَبْرَى عَلَى الْمَهْلِ

"Kalian masih ingatkan syair itu. Gara-gara tak bisa menjaga lisan dalam berbicara, bisa menyebabkan seseorang kehilangan nyawa ", imbuh Mbah Saberang

" Baik Mbah... ", Bejo, Ipung dan Sudrun kompak menjawab sembari menganggukan kepala tanda sudah mengerti.


Bungo, 28 Mar 2023