Dibulan Muharram atau sering juga dikenal dengan sebutan Suro, selalu dikait-kaitkan dengan hal klenik dan mistis. Hal yang paling sering kita dengar setiap memasuki bulan Suro ini adalah masalah mencuci keris pusaka atau membersihkan gaman. Ritual ini memang dilakukan hanya setahun sekali saja. Diluar bulan Suro hal ini tidak akan pernah terdengar.
Seperti halnya Bejo yang sejak dahulu sudah senang dengan hal-hal berbau klenik. Bahkan, cita-cita terbesarnya menjadi dukun. Kemudian, memperdalam ilmunya supaya bisa menjadi Resi atau Empu. Sayangnya, pengembaraannya dihutan belantara rimba tidak membuatnya bertambah sakti mandraguna. Ia justru gagal meraih cita-citanya sebagai dukun. Sepulangnya dari hutan Bejo malah sering tertawa sendiri. Terkadang ia berbicara entah tentang apa yang tidak bisa dimengerti. Bejo dengan dunianya sendiri.
Sejak saat itulah Bejo berperilaku aneh. Ia mengaku-aku dirinya sakti mandraguna, bisa ini dan bisa itu. Ia berusaha meyakinkan setiap orang yang ditemuinya, bahwasanya ia telah mendapatkan ilmu dari hutan rimba melalui bertapa. Namun, semakin Bejo berusaha untuk meyakinkan seseorang, maka seseorang itu semakin tidak yakin dengan dirinya.
Bagaimana seseorang itu yakin kepada Bejo?. Bejo yang mengaku bisa menyembuhkan setiap penyakit, mampu menyentuh segala sesuatu menjadi emas, bahkan bisa menggandakan uang dan hal-hal mistis lainnya yang tak mungkin bisa dinalar orang awam. Semua itu bagi warga desanya semuanya adalah omong kosong. Karena, Bejo tidak pernah memberikan bukti didepan mereka. Kalau pun bisa memberikan bukti, warga desa malah akan menjauhinya. Ini terjadi sebab warga desanya sudah cukup kuat keilmuan agamanya dan tingkat intelektualnya tidak diragukan.
Pernah, suatu hari... Bejo sedang duduk bersama Lek Giman dibawah pohon beringin besar yang berada ditengah-tengah desa. Bejo berbicara soal kesaktiannya mampu melipat gandakan sejumlah uang kepada Lek Gimana dan ditunjukkan didepan mata. Lek Giman justru protes kepada Bejo, "Jika, memang dirimu benar mampu melipat gandakan uang?, untuk apa engkau memintaku mahar dan menjanjikan uang itu akan kembali padaku berlipat-lipat lebih besar. Kalau toh, kamu ingin menolongku dari kemelaratan dan kesengsaraan dalam kemiskinan, seharusnya kamu tidak perlu meminta kepadaku untuk membayar mahar. Kamu lipat gandakan saja uang itu, lalu berikan kepadaku, kepada janda-janda miskin, anak-anak yatim piatu dan banyak lagi orang miskin yang sepertiku didesa ini. Selain itu, yang terpenting adalah Pak Dhemu yang masih tinggal digubuk kecil pinggir kali itu lebih layak engkau bantu. Aku tahu apa yang engkau tunjukkan kepadaku merupakan trik muslihatmu untuk memperdayaiku. Hal itu bagiku hanyalah pertunjukan trik sulap belaka yang harusnya engkau tunjukkan kepada anak-anak kecil, bukan padaku".
Lek Giman pun kemudian pergi pulang meninggalkan Bejo yang masih duduk termenung dibawah pohon beringin. Bejo hanya tersenyum kecil, tertegun dan sesekali menggelengkan kepalanya menatap mangsanya pergi. Bejo dibawah pohon itu sembari melamun tentang perkataan Lek Giman.
Masalah keanehan Bejo tidak berhenti disitu saja. Bejo juga bercerita bahwa ia memiliki benda-benda pusaka. Mulai dari batu akik hingga keris. Bejo juga tidak kalah sibuk disetiap bulan Suro. Ia mencuci dan membersihkan benda-benda pusakanya. Padahal, benda-benda pusaka yang dianggap Bejo bertuah dan memiliki kemampuan gaib itu tidak sekalipun benar-benar ada dirumahnya. Tentu saja benda-benda itu perlu ditanyakan kembali tentang kebenarannya. Tapi, bagi warga tidak perlu mempertanyakan hal tersebut. Sebab, perilaku Bejo yang aneh itu sudah cukup menjawab pertanyaan mereka. Dan keseringannya berbicara ngelantur kesana-kesini tentang kesaktiannya serta kemistisan dirinya tidak pernah terbukti sama sekali.
Warga desa sudah sangat hapal seluk beluk Bejo dan rumahnya. Setiap ada yang bertamu kerumah Bejo, tidak seorang pun yang melihat benda-benda pusaka ataupun nuansa-nuansa mistis dalam rumahnya. Yang ada hanyalah dua kursi kayu dan satu meja reyot diruang tamu. Pun dikamar Bejo sendiri terlihat hanya ada karpet dilantai bekas Bejo tidur, sedang dikamar lainnya sekedar ruang kosong tidak ada benda-benda satu pun. Sehingga, semakin yakinlah para warga desa bahwa apa yang diceritakan Bejo merupakan omong kosong belaka.
Pernah suatu ketika, Bejo asyik bercerita bersama Mas Mus bahwa disaat satu Suro kemarin, ia sibuk sampai tidak tidur mencuci keris dan tombak yang katanya dimilikinya. Tiba-tiba dari arah belakang Mbah Saberang yang pada saat itu sekedar numpang lewat menyahut, "Kamu itu Jo... Bejo!. Jangan sok-sokan mencuci serta membersihkan keris dan tombak. Mengaku sakti, tapi tidak pernah mandi. Mbok ya... Otak dan hatimu sendiri itu yang dicuci. Badanmu juga masih kotor koq berani-beraninya merasa punya benda pusaka lalu membersihkannya. Mbok tolong... Bersihkan dulu badanmu itu sebelum membersihkan yang lain, mumpung bulan Suro jadikan itu momentum".
Setelah selesai berbicara Mbah Saberang langsung pergi. Bejo pun diam tak berani cerita lagi kepada Mas Mus. Karena, Bejo diam saja hampir satu jam tak berkata, maka Mas Mus pun berpamitan untuk pulang. Mungkin, Bejo sedang tersinggung dan berusaha memahami pesan dari Mbah Saberang. Namun, apakah Bejo tahu maksud perkataan Mbah Saberang itu? atau justru Bejo gagal paham bahwa yang dimaksud adalah introspeksi diri ditahun baru ini dan seperti orang modern dalam bahasa keren bin kece disebut sebagai resolusi tahun baru. Yang pasti tidak akan pernah tahu isi kepala dan hati seseorang, termasuk Bejo.
Bejo, begitulah ia... Ia yang berjalan dan menjalani hidup entah dengan ukuran kacamata apa dan merujuk dari mana. Bagi warga desa Bejo memanglah mistis, bukan karena ia memiliki kesaktian, akan tetapi mistisnya Bejo disebabkan oleh tingkah lakunya yang aneh dan nyelneh. Bejo yang selalu bicaranya tidak bisa dimengerti dan hanya bualan-bualannya menambah deretan panjang kemistisannya. Oleh karena itu, jangan pernah percaya kepada orang yang mengaku-ngaku sakti, orang sakti tidak akan pernah mengaku dirinya sakti. Itulah pesan yang diwanti-wanti oleh Ki Lurah Tejo kepada seluruh warganya. Apalagi dibulan Suro ini, banyak orang bermunculan mengaku sakti, bak mereka baru turun gunung dari bertapanya digunung berapi. Pun jangan terperdaya dengan hal-hal mistis, sebab itu adalah tipuan belaka. Juga seperti orang yang menganggap bulan Suro dipenuhi mistis sebenarnya merupakan mistis itu sendiri.
Bungo, 06 Oktober 2016
0 Comments
Post a Comment