Bejo minggu-minggu ini semakin bego saja melihat dan mendengar perkembangan iklim perpolitikan yang semakin mendekati titik didihnya. Jiwanya diombang-ambing, ditarik-tarik ke kiri atau kanan. Pikirannya semrawut menimbang antara kiri dan kanan. Hatinya begitu bimbang memutuskan. Ia diuji kejernihan berpikirnya ditengah-tengah keruhnya situasi yang diciptakan kiri dan kanan. Pihak kiri digambarkan sebagai sosok monster mengerikan yang siap mencengkeram apa pun itu. Pihak kanan dilukiskan begitu indah, sesejuk angin surga serta tawaran janji kenyamanan dan kesejahteraan. Mental dan kecerdasan Bejo terguncang, dimana ia harus menempatkan keberpihakan dirinya.

Keprihatinan Bejo semakin menjadi-jadi setelah melihat seisi desa saling caci maki. Pihak kanan terus berteriak awas ada pihak kiri yang mulai bangkit dari tidur panjangnya. Padahal, pihak kiri belum jelas keberadaan dan pengikutnya. Sedangkan, pihak kanan sendiri sudah jelas keberadaan dan pengikutnya. Mereka pun kini tak sembunyi-sembunyi lagi alias malu-malu kucing. Kini mereka secara terang nan gamblang menawarkan konsep pemerintah yang berbeda dengan yang ada, selain itu telah jelas sangat bertentangan dengan cita-cita para pendiri bangsa yang bernama Indonesia. Bagi mereka, siapa pun yang menolak konsep yang ditawarkan, bahkan bagi mereka yang berani menolak akan segera dicap sebagai bagian orang dari golongan kiri. Begitu pula kalau Bejo ikut golongan kanan atau setuju ke kanan, maka dituduh mbalelo.

Kepala Bejo dari ke hari hampir pecah, tak kuat lagi menampung beban keadaan yang semakin runyam. Bejo pun mau tak mau berangkat ke rumah Mbah Saberang untuk meminta pendapat menyikapi situasi yang terus terjadi. Satunya mengusir, satunya lagi menolak dan membubarkan saudara-saudaranya sendiri. Akhir-akhir ini memang Bejo mendengar dan melihat sendiri orang disekitarnya saling caci maki.

"Piye ta, Mbah... ?, dari hari ke hari makin gak genah saja. Makin panas suhunya. Semakin tidak kondusif ", Bejo terlihat sangat khawatir dengan keadaan yang ada. Mbah Saberang dengan tenang mencoba bertanya apa yang sedang menjadi kekhawatiran Bejo. "Memang apanya yang panas?, kopinya?", tanya Mbah Saberang sembari duduk disamping Bejo. "Perkara bangsa kita. Meskipun hari ini sudah selesai ramai-ramai pemilihannya, tapi saya masih merasa ada yang belum usai", terang Bejo.

"Itu hanya menurutmu saja. Mbah merasa semua baik-baik saja".

"Semua yang baik-baik saja itu menurut Si Mbah. Padahal, ada kekhawatiran baru yang muncul dan perlu eskalasi sesegera mungkin. Tidak boleh dibiarkan. Apalagi, didiamkan. Bangsa kita sejak merdeka sampai sekarang ini terus ditarik-tarik agar ke kanan atau ke kiri. Mungkin, mulai hari ini mereka akan semakin menjadi-jadi, semakin percaya diri setelah apa yang mereka gerakkan menuai simpati untuk melobi, tawar menawar ideologi bangsa kita ini".

"Bukankah, sudah jelas NKRI harga mati, Pancasila, Bheineka Tunggal Ika dan UDD 1945 sudah final?".

Bejo mengerutkan dahi, seraya berkata "bagi mereka tidak Mbah. Bagi kelompok kanan, ya harus ke kanan. Sedang untuk kelompok kiri, ya mesti ke kiri".

"Sedari dulu... " Mbah Saberang mulai mencoba mengingat. "Bangsa ini dari awal memang ditarik-tarik agar meletakkan dasar negara ke kanan atau ke kiri. Pendiri bangsa ini sadar betul untuk tidak ke kiri atau ke kanan, tapi berdiri tepat ditengahnya agar bisa menampung pihak kanan atau kiri. Memang berdiri ditengah-tengah itu sangat sulit. Segala daya dan upaya dari dahulu sehingga sekarang ini, baik dari pihak kanan atau kiri terus menarik-narik secara terang benderang atau menyusup tak terlihat memang masih terasa, malah semakin kentara. Rongrongan itu terus diwarisi dari generasi ke generasi. Penanaman ideologi tersebut terus disebarkan tanpa henti, seolah wajah bangsa ini dilukiskan sebagai bangsa yang salah jalan dan tersesat. Sebagaian generasi kita dicekoki, diracuni dan dibuat tidak percaya diri bahwa yang telah diletakkan pendiri bangsa ini sudah tepat sebagai ideologi yang tak perlu diganti lagi".

"Ah... itu Mbah tahu. Kekhawatiran baru saya memang persis apa yang Mbah utarakan. Pemilihan Lurah dengan disertai letupan-letupan kecil telah mampu kita lewati, tapi yang lebih saya takutkan adalah letupan besar yang bisa timbul kapan saja dan kita tidak bisa melaluinya. Apalagi, letupan besar tersebut sudah dirancang dan dibuat terus menerus agar ledakannya lebih menggelegar", kata Bejo dengan ekspresi lesu.

Mbah Saberang segera menyela "Bisa jadi seperti itu. Peristiwa kemarin bisa saja ditafsirkan bahwa Pancasila dan Bheineka Tunggal Ika sebagai bentuk kesepakatan menerima pluralitas belum sepenuhnya diterima. Ego kelompok atau gologan masih kental terasa. Kemungkinan lainnya adalah perebutan wilayah lokal yang dihuni manusia-manusia terdidik itu ternyata terwujud dan ini bisa merembet keseluruh wilayah secara nasional. Bisa jadi ada agenda yang lebih besar lagi yang membayangi peristiwa kemarin itu. Ah... tapi, hal tersebut mungkin kekhawatiran kita saja. Yang pasti PR bangsa kita untuk meng-implementasi-kan Pancasila dan Bheineka Tunggal Ika menemui jalan terjal nan berliku. Perjuangan membela NKRI semakin berat. Tantangan memahamkan manusia Indonesia tentang keutuhan sebagai bangsa yang memandang sama antara manusia lainnya akan begitu pelik".

"Ya, Mbah... Mungkin kita saja yang terlalu khawatir" seloroh Bejo. Mbah Saberang langsung menyahut, "Khawatir itu harus... karena dalam rangka waspada. Selama ada kelompok atau golongan yang ingin menarik-narik bangsa ini ke kanan atau kiri, selama masih ada kepentingan-kepentingan yang orientasinya kekuasaan, selama mereka yang diberi amanah berupa jabatan tidak bisa menempatkan diri sebagai pelayan, maka akan selalu muncul geger baru, gaduh baru, caci maki baru dan pertengkaran baru yang terus berulang lagi, lagi dan lagi".

"Ya sudahlah, Jo... Kita ini bisa lihat, amati dan waspadai. Jika, ada upaya yang merongrong, kita tidak boleh hanya bengong. Semoga saja kekhawatiran kita hanya sebatas diskusi semata, yang hilang menguap ke angkasa. Semoga bangsa kita baik-baik saja dan semoga kita tidak ikut tertarik masuk ke kanan atau ke kiri, tapi termasuk kelompok yang berada dijalan yang lurus menjadi perawat dan penjaga bangsa" kata Mbah Saberang diujung obrolan bersama Bejo.

Bungo, 21 April 2017