Dokumen pribadi saat menghadiri acara seminar kepemimpinan di Pendopo Kecamatan Cepu Tahun 2010 yang diadakan oleh PMII Komsat Aryo Penangsang


"Kebenaran akan tetap menjadi sebuah kebenaran. Kebenaran itu tidak tergantung seberapa banyak orang yang mengatakan dan mendukungnya. Kebenaran tetap berdiri sendiri bersama Yang Maha Benar".


         **************************************



Kebenaran itu selalu dicari setiap orang. Kita sangat menginginkan kebenaran yang sesungguhnya. Namun, kebenaran sungguh sulit untuk ditemui. Justru, yang paling sering ditemui dan jumpai adalah pembenaran.  Kebenaran yang kita temui masih semu abu-abu, belumlah pasti dan mutlak. Ataukah? mata kita saja yang buta. Ataukah? telinga kita saja yang tuli. Ataukah? hati kita saja yang sedang tertutup tebalnya debu. Sehingga, kita kesulitan mencari kebenaran yang sesungguhnya itu.

Atau mungkin saja hati kita ini condong kepada sesuatu?. Mungkin kebenaran sudah kita temu. Karena, hati terlalu condong terhadap sesuatu maka kebenaran itu tidak kita terima. Tidak kita anggap sebagai kebenaran. Debu-debu egoisme sudah sedemikian tebalnya menutupi hati. Acap kali, ketebalan debu tersebut justru mengkhianati kebenaran. Sehingga, kebenaran kita persempit maknanya, yaitu segala sesuatu yang sesuai, sepaham dan yang sepakat saja. Sebaliknya, segala sesuatu yang tidak sesuai, tidak sepaham dan yang tidak sepakat dengan diri kita adalah mutlak kesalahan.

Bukankah?, kebenaran yang kita genggam tidaklah mutlak sebuah kebenaran itu sendiri. Pernahkah kita bertanya kepada diri sendiri?. Bahwa kemungkinan kesalahan itu ada pada apa yang kita anggap benar. Jika, kita sudah bertanya kepada diri dan yakin itu sebuah kebenaran. Apakah caci maki, kutuk mengutuk, hina menghina dan melontarkan sumpah serapah itu dibenarkan untuk meneriakkan kebenaran?. Jika, kita memang yakin ber-Tuhan, maka  tentu harusnya kita takut pada-NYA. Kalau-kalau ternyata kebenaran itu hanyalah tumpukan kesalahan-kesalahan. Sebab, Tuhanlah sang pemilik kebenaran yang mutlak. Dan kita sebagai manusia harus bisa Memahami Perbedaan.

Benar kita harus terus mencari jalan kebenaran. Tapi, tidak pernah dibenarkan mencari-carinya dengan merasa benar sendiri. Apalagi, yang kita anggap kebenaran tersebut hanyalah sekedar jalan saja untuk mencapai hasrat kesenangan egoisme diri semata. Kita tidak benar-benar tahu akan kebenaran yang mutlak. Kita sulit membedakan antara kebenaran dan pembenaran, dikarenakan dihati kita masih ada hasrat dan nafsu.

Benarkah?, kebenaran itu memang tergantung banyaknya jumlah. Jika, kebenaran itu tergantung banyaknya jumlah, maka ummat terdahulu sebelum Nabi Muhammad SAW  pastilah tidak akan diazab. Sebab, jumlah orang yang beriman lebih sedikit dibandingkan dengan yang tidak beriman. Tapi, kebenaran tetaplah kebenaran. Kebenaran tidak bergantung pada banyaknya jumlah. Pun tidak bergantung kepada seberapa banyak orang yang mengatakan dan mendukungnya.

Tidakkah?, kebenaran itu tidak hanya yang manis-manis saja. Terkadang kebenaran itu terasa sangat pahit. Terkadang pula kebenaran itu terasa sangat menyesakkan dada. Mengecewakan hati nurani. Apa yang baik bagimu belum tentu baik bagimu dan apa yang buruk bagimu belum tentu buruk bagimu. Kebenaran layaknya obat yang terasa sangat pahit. Sedang, yang manis-manis itu bisa menimbulkan penyakit. Maka, jika kebenaran terasa sangat pahit bagi diri kita, percayalah bahwa saat itu kita sedang sakit yang mau tak mau harus meminum obat sepahit apa pun demi kesembuhan diri.

Pernahkah?, kita sebagai orang dewasa mengingat-ingat semasa duduk dibangku sekolah. Ketika, kita diberikan soal dan disitu ada pilihan jawabannya a, b, c, dan d. Mungkin saja, 20 dari 40 teman sekelas kita menjawab "a". 10 teman lagi memilih jawaban "b". 7 teman lagi menjawab "c" dan 3 teman menjawab "d". Dan jawaban yang benar adalah "d". Tentu, guru tidak akan membenarkan yang mayoritas menjawab "a". Guru tersebut akan tetap membenarkan apa yang seharusnya benar, walau yang menjawabnya adalah minoritas, yaitu 3 teman kita yang menjawab "d". Nah,  disitu mungkin kita termasuk yang 20 menjawab "a", tentu saja setelah mendengar jawaban yang benar adalah "d" kita merasa kita kecewa. Tapi, mau tak mau kita harus menerima kenyataan itu. Menerima bahwa kita salah dan harus lebih giat lagi belajar. Begitu juga kebenaran dalam realita kehidupan.

Sebagaimana pula kehidupan kita didunia ini. Sang Maha Guru dari segala Maha Guru. Kita diberikan beban persoalan sebagai ujian kehidupan. Kita mungkin menghadapi persoalan tersebut sebagaimana orang kebanyakan yaitu emosi, marah, mengeluh dan meratap. Sehingga, kemarahan tersebut diluapkan kepada orang lain, bahwa merekalah yang salah. Dan kita masih merasa menganggap diri paling benar. Padahal, diri kitalah yang sebenarnya salah.

Pun persoalan-persoalan sosial, persoalan-persoalan perbedaan pendapat, ras, agama, etnis, suku dan perbedaan-perbedaan yang lainnya, dari antara itu semua kita tidak pernah tahu secara mutlak dan pasti mana yang benar dan dimana letak kebenaran itu berada. Kebenaran yang mutlak dan pasti itu berada disisi Tuhan Yang Maha Esa. Karena, anjing yang kita anggap najis saja bisa masuk surga. Sebab, seorang pelacur saja juga bisa masuk surga. Seorang pembunuh pun bisa masuk surga. Padahal, kebanyakan orang mengatakan dan menyatakan mereka masuk neraka. Sedang, yang beribadah puluhan tahun bisa masuk nereka. Padahal, kebanyakan orang mengatakan dan menyatakanya sebagai orang alim yang tentu ahli surga. Ah...tapi Tuhan tidak mengikuti mayoritas yang mengatakan ini dan itu. Surga dan nereka adalah hak-NYA yang tidak bisa diintervensi oleh karena desakan mayoritas ataupun sebab kasihan terhadap minoritas. Akan tetapi, surga neraka itu berdasarkan semata-mata ridho-NYA. Dari situ, apakah kita masih terus mengatakan bahwa kitalah yang paling benar?, orang-orang yang memegang kebenaran secara pasti dan mutlak?. Sehingga, diri kita terlampau berani menuduh orang lain itu mutlak salah dan patut untuk dicaci maki.

Jalan kebenaran harus tetap kita tempuh, harus tetap kita usahakan, tanpa harus merasa benar.... Kita harus tetap terus belajar untuk menemukan jalan kebenaran yang benar- benar, benar...


Bungo, 14 Desember 2016