Sunan Kalijogo merupakan salah satu tokoh Wali Songo yang membumi dihati rakyat



Setiap era punya cerita tersendiri. Baik dan buruknya. Tentu, era siapa saja pemimpinnya jauh dari kesempurnaan. Ada saja orang-orang yang tak puas. Ada orang-orang yang merasa tidak mendapatkan keadilan. Jiwa-jiwa manusia memang selalu menuntut, berapa pun nikmat yang diberikan mungkin malah akan didustakan. Manusia cenderung lebih hafal setiap keburukan daripada kebaikan. Kebaikan ataupun nikmat yang mereka dapatkan seolah diabaikan, karena nurani dan pikirannya disibukkan dengan mencari-cari kesalahan orang lain. Maka, benarlah bahwa gajah dipelupuk mata tak tampak, semut diseberang lautan tampak.

Dari sini akan melahirkan jiwa-jiwa yang gelisah. Terombang-ambing. Keserakahan. Kepongahan. Bahkan, mereka yang punya kekuatan dan merasa mampu menjadi kalap. Kegelisahan dan keserakahan mereka tidak berhenti pada persoalan harta semata, bukan pula tentang nikmat hidup, apalagi atas nama keadilan. Kegelisahan dan keserakahan justru memunculkan jiwa baru yang haus akan kekuasaan atas nama apa saja.

Mereka, yang haus akan kekuasaan kemudian membakar hati rakyat kecil yang tersayat-sayat, rakyat kecil yang hatinya merasa terluka dan kalah untuk dijadikan pion-pion dalam permainan caturnya. Mungkin, jika boleh dikatakan dengan gamblang adalah rakyat kecil yang harus dijadikan tumbalnya untuk mencapai kekuasaan. Mengorbankan banyak nyawa demi kepuasan kepentingan segelintir orang.

Pergantian era orde lama ke orde baru tak luput dari kisah pilu. Tragedi kemanusiaan yang sangat menyayat, mengiris dan memerihkan hati menjadi tandanya. Peristiwa dimana para jendral dimasukkan kedalam lubang buaya, peristiwa 1965 dan peristiwa sebelum 1965 saat para kyai dibantai. Adalah kisah pilu yang menyesakkan dada. Belum cukupkah darah yang tumpah membasahi ibu pertiwi?.

Tumbangnya era orde baru ke era reformasi juga menyisakan kisah duka. Dimana para generasi bangsa,  para anak-anak bangsa gugur kehilangan nyawa. Cita-cita mereka menjadikan negeri yang mereka cintai menjadi negeri yang berkeadilan, berperikemanusiaan, serta sentosa dan sejahtra. Agar rakyat kecil tidak lagi memikul sendiri beban berat. Namun, sekarang ini kita lihat sendiri. Era reformasi belumlah menunjukkan hasil yang mereka perjuangankan. Justru, negeri ini malah tak karuan.

Dimana para pemimpin yang dahulu menggelorakan reformasi?. Kalian yang menggelorakan semangat anak-anak bangsa yang rela mati demi terwujudnya reformasi. Setelah kalian duduk dikursi kekuasaan dinegeri ini, kalian lupa. Kalian telah mengkhianati para pejuang reformasi itu. Lihatlah, masih banyak anak yang tak ngenyam pendidikan. Tengoklah, masih banyak orang-orang tinggal dikolong jembatan. Buka mata, masih banyak rakyat yang tinggal digubuk-gubuk reyot. Masih banyak orang yang tak punya rumah dan tanah. Hukum pun masih saja tajam kebawah dan tumpul keatas. Lantas, janji reformasi itu bagaimana?. Atau kalian sampai sekarang masih saja sibuk mengurusi kekuasaan dan perut sendiri. Sehingga, janji reformasi kalian biarkan menguap begitu saja. Belum cukupkah janji-janji busuk itu kalian tiupkan kepada rakyat kecil yang tak mengerti apa-apa?, hanya demi menuruti hausnya kekuasaan kalian.

Kini, tampaknya kalian belum puas dan tak berhenti diera reformasi saja. Reformasi yang kalian tegakkan sendiri, yang kalian idam-idamkan dulu harus dijelati kembali. Reformasi tetap saja kalian tuduh bobrok. Kalian tuding tidak memihak rakyat. Bahkan, negeri ini, dasar negeri dan undang-undangnya kalian anggap tidak sesuai. Sehingga, kalian ingin merebut kekuasaan kembali, menawarkan konsep khilafah ataupun konsep-konsep lainnya. Tentu, kalian sambil meneriakkan janji-janji manis untuk menggelorakan hati rakyat.

Adakah?, memang kalian sangat menginginkan negeri ini terkoyak. Menyulut api peperangan seperti yang terjadi di Timur Tengah. Dan itu dilakukan untuk menumbangkan kekuasaan agar setelahnya negeri itu menjadi negeri yang sesuai dengan harapan, seperti era reformasi yang nyata belum juga terbukti. Apakah jalan satu-satunya dengan khilafah atau mengganti dengan konsep negara yang baru?. Jika, sudah kalian tumbangkan era reformasi ini sudah pasti rakyat negeri ini sejahtera atau justru kian sengsara?.

Tidak ada jaminan untuk itu, yang ada hanya janji-janji yang masih belum pasti dan penuh misteri. Mungkin, saja dengan konsep khilafah atau yang sejenisnya itu justru mengantarkan kita kepada zaman dimana jowo kari separo, cino tinggal sejodo, londo gela-gelo. Karena, kita sibuk membenci, memaki dan mencaci saudara sendiri. Yang jika terus dibiarkan akan timbul konflik, bahkan perang saudara yang membuat penduduk dinegeri ini saling bunuh. Sebagian yang lainnya harus mengungsi, mencari suaka kenegeri tetangga. Belum cukupkah konflik di Timur Tengah itu?, belajarlah dari situ. Belum tersayatkah hatimu melihat rohingnya yang terusir itu?.

Jika memang dihati kalian tidak haus kekuasaan, maka yang paling penting adalah meng-islam-kan orang-orangnya, bukan meng-islam-kan negaranya ataupun undang-undangnya.

Bila, benar tujuan utamanya khilafah ataupun perebutan kekuasaan tersebut dengan cara berperang atau menumbangkan kekuasaan adalah mensejahterakan, memberi keadilan dan memakmurkan rakyat kecil ataupun umat, bahkan meng-islam-kan rakyatnya. Seharusnya, cara-cara clasic itu perlu untuk ditinggalkan. Jika, memang benar bukan demi kekuasaan semestinya jalan yang harus ditempuh bukan dengan menumbangkan, mengganti ataupun melengserkan penguasa dan pemerintahannya. Agar tidak ada lagi tumbal-tumbal nyawa orang yang tak berdosa.

Tidakkah, kalian malu kepada Nabi Muhammad. Beliau diutus oleh Allah, bukan dalam rangka meng-islam-kan seluruh penduduk dunia. Misi utama beliau adalah mengutamakan akhlakul karimah dan menjadi suri tauladan yang baik ditengah-tengah kejahiliyan. Sehingga, dalam berdakwah pun beliau tidak pernah merebut dan meruntuhkan kerajaan-kerajaan terdahulu. Beliau menggunakan cara-cara yang bijaksana yaitu menyurati raja-raja terdahulu agar diperkenankan untuk berdakwah dinegerinya. Dan jika penduduk dinegeri tersebut yang sudah memeluk islam agar diberikan kebebasan, keamanan serta perlindungan.

Pun setelah Nabi Muhammad berhasil dan membangun kota Madinah justru membuat piagam Madinah. Tidak meng-islam-kan kotanya dan seluruh penduduknya. Siapa pun yang memasuki Madinah dijamin keamanannya. Tidak peduli agamanya apa. Saking banyaknya yang orang yang berbondong-bondong memasuki Madinah, sehingga terdapat kelompok muhajirin dan ansor. Dimana mereka saling bahu membahu dan tolong menolong. Padahal, kalau mau beliau bisa saja menjadikan kota Madinah dijadikan kota islam dan hanya diperuntukan orang-orang islam.

Belajarlah juga dari wali songo, yang tidak mbalelo kepada raja-raja jawa. Mereka hanya fokus berdakwah, menyebarkan agama islam dan mengambil  hati rakyat dimasa itu tanpa harus berperang mengangkat senjata. Mereka, wali songo mengangkat dan mensejahterakan kaum alit dengan begitu damai, santun tanpa kekerasan, kebenciaan, mencaci bahkan mengkafir-kafirkan baik itu kepada raja atau rakyatnya dimasa hindu-budha. Akhirnya, wali songo pun berhasil meng-islam-kan bukan hanya penduduk tanah jawa, tapi meng-islam-kan penduduk nusantara, sekaligus mengangkat harkat dan martabat mereka yang semula terbagi dalam kasta-kasta. Mereka dengan hati yang ikhlas masuk islam.

Maka, dari situ bisa kita tarik garis besarnya bahwa islam tidak butuh negara. Tidak perlu meng-islam-kan negaranya. Tidak perlu meng-islam-kan undang-undangnya ataupun dasar negaranya. Hal yang terpenting adalah berdakwah dengan cara-cara yang lembut untuk meng-islam-kan seluruh penduduk dimuka bumi. Dan biarkan negeri-negeri didunia tetap tegak berdiri seperti yang sudah ada saat ini. Jika, sudah penduduk dinegeri itu islam seluruhnya, negeri itu akan menjadi islam sendiri.

Kalau pun, tujuannya mencapai sebuah kekuasaan dan membuat sebuah negara untuk mensejahterakan rakyat. Kita tidak perlu repot-repot mengeluarkan dana membeli senjata perang, bom, jet tempur dan dana-dana terorisme. Sebaiknya, dana-dana tersebut kumpulkan saja untuk mensejahterakan rakyat. Mensejahterakan umat manusia.

Bila, kalian merasa diera ini pemerintah berlaku semena-mena, tidak adil dan sering menggusur rakyat kecil. Tidak perlu lantas berteriak-teriak lengserkan pemimpin, rebut dan kuasai negerinya. Dan jika kalian sudah gerah dengan system ekonomi kapitalisme, tidak perlu membuat tandingan ekonomi syariah. Lebih baik, berfikir london, berhati masjidil haram. Karena, dizaman sekarang gak ngedan, gak keduman. Kapitalisme lawan dengan kapitalisme. Kumpulkan dan satukan para pengusaha, jutawan bahkan para milyader untuk sumbangan menolong mereka yang tidak sejahtera. Bantu mereka mencari jalan-jalan keadilan dan buatkan rumah-rumah deret, apartemen-apartemen mewah bagi mereka yang tinggal dipinggir bantaran kali sebelum digusur, borong juga palau-pulau hasil reklamasi diteluk Jakarta itu. Daripada digunakan untuk dana kampanye-kampanye konsep negara khilafah, komunis, teroris dan tetek bengek yang tujuannya meruntuhkan negeri ini atas nama rakyat ataupun umat.

Sekarang, mari kita ubah strategi dari keinginan menguasai. Strategi berberang, tanpa harus menumpahkan darah, tanpa harus ada tumbal nyawa. Tidak ada jalain kecuali cara-cara santun dan damai yang telah dicontohkan Baginda Nabi Muhammad sangatlah manjur. Bukan, dengan jalan kekerasan, menghasut, menyebar kebenciaan, mengancam ataupun menyulut api permusuhan.

Bungo, 07 Januari 2017