"Kemana saja kamu, Jo.. ?", tanya Badrun memergoki Bejo yang sedang duduk dibawah lampu penerangan perempatan jalan. "Tidak ada kamu, jadi tidak ada teman yang asyik bermain kartu", Badrun melanjutkan pembicaraannya. Bejo tidak kunjung merespond pertanyaan dan pernyataan Badrun. Ia tetap terpaku, terdiam dan seolah sorot matanya tajam menembus begitu jauh menelusuri setiap jengkal, setiap sudut dan setiap sisi kehidupan.

"Jo... ", Badrun teriak agak geram. Bejo pun kaget bukan main, hampir saja Badrun kena sikut karena reflek. "Kamu itu...bikin kaget saja. Untung enggak kena sikut", ucap Bejo mengelus dada, "ada apa?", lanjutnya.

"Kamu tidak pernah tampak, memang kemana saja?", Badrun mengulangi pertanyaannya.

"Kemana aku?, itu bukan urusanmu", jawab Bejo dengan enteng.

"Ya.. jadi urusanku, ta?"

"Lha..koq urusanku jadi urusanmu juga"

"Gimana tidak jadi urusanku?, wong saya tidak ada teman main gaple"

Bejo tersenyum mendengar alasan klasik itu. Tapi, ia sangat bahagia ketika mengingat bersama-sama main gaple di pos ronda. Bukan, karena gaplenya, namun ikat emosional dengan teman secangkrukan itu menambah seduluran antara mereka. Terkadang mereka saling ingat mengingatkan, berbagi informasi dan transfer ilmu. Disitulah letak kebahagiaan Bejo mengenal pemuda desa seperti Badrun dan Bedul. Kalau, kaum tuanya Mbah Saberang dan Mbah Rame.

"O, ya... dimana Bedul?", tanya Bejo kepada Badrun penuh rindu.

"Sudah...jangan tanya tentang dia lagi"

"Memang ada apa?"

"Gara-gara beda urusan memilih calon Lurah, Bedul dan Mbah Rame tega tidak menyapaku", Badrun mulai mencurahkan kegundahan hati yang beberapa bulan ini dipendam, "yang lebih saya tidak setuju dengan sikap mereka yaitu menghimbau kepada warga agar tidak memilih calon Lurah yang saya dukung dengan cara yang tak etis. Mereka memasang banner, spanduk-spanduk bahwa barang siapa mendukung dan membela calon Lurah yang mereka tuduh telah menistakan agama tersebut, tidak akan diurusi jenazahnya ketika mati nanti. Ini kan ngeri, padahal proses hukum sedang berjalan".

Badrun tetap nyerocos menyampaikan luapan kegundahannya. "Pun jika calon lurah yang kita dukung, ternyata terbukti secara syah bersalah, kita dukung untuk dipenjara. Kita memilih bukan hanya karena dia, tapi juga karena programnya. Dengan harapan, walaupun calon lurah dipenjara nanti, masih ada wakilnya yang siap menjalankan dan melanjutkan program-programnya. Mbok, ya... jangan sampai seperti itu mengambil sikapnya, tidak mau mengurusi jenazah saudaranya sendiri. Mbok, ya... dipahami bahwa kita memilih calon lurah dan calon wakil lurah, bukan calon lurah saja. Sehingga, tidak bisa diartikan, kita mendukung calon lurah yang tersandung kasus penodaan agama tersebut. Setidaknya, coba pahami kita itu mendukung dan membela programnya dan calon wakil lurahnya, yang kami harapkan bisa melanjutkan, jikalau ada apa-apa dengan calon lurah".

"Memang dalam hal dukung mendukung, pastilah yang namanya pendukung piawai berargument mencari alasan agar bisa mendukung ataupun mendapatkan dukungan", kata Bejo terpingkal-pingkal. Muka Badrun berubah kecut. "Tapi, ya... jangan sampai segitunya, masak sampai tidak mau mengurusi jenazah saudara sendiri?. Kalau Bedul dan Mbah Rame tidak mau, tidak apa-apa,  itu hak mereka. Kewajiban antara aku, kamu dan yang lainnya adalah mengurus jenazah saudara kita.  Jika, mereka tidak mau, kita harus mau, agar tidak terkena dosa semua penduduk desa".

Badrun terlihat sesekali menganggukan kepala. "Mendegar kegundahanmu itu, aku jadi teringat kisah Nabi Musa yang diperintahkan oleh Allah SWT untuk mengurusi jenazah seseorang yang dibuang ditempat sampah. Orang-orang didesa enggan mengurusnya, karena tidak ada hal yang baik yang dilakukan semasa hidup si mayit. Si mayit selama hidupnya penuh dengan kemaksiatan. Setelah sampai, Nabi Musa mendengar cerita tentang kefasikan si mayit dari penduduk desa. Sehingga, ragulah Nabi Musa mengurus jenazah yang dibuang ditempat sampah. Nabi Musa pun bertanya kepada Allah mengapa beliau diperintahkan mengurus jenazah yang dipersaksikan oleh penduduk setempat adalah orang yang berbuat dosa semasa hidupnya" berhenti sejenak bercerita, Bejo menyulut sebatang rokok.

"Lantas, Allah SWT pun memberikan wahyu kepada Nabi Musa, Wahai Musa, benar apa yang mereka katakan tentangnya. Sayangnya, ia meminta pertolongan kepada-KU sebelum kematiannya dengan tiga perkara. Seandainya semua pendosa meminta kepadaku dengan tiga perkara itu, pasti AKU akan memberikannya. Bagaimana AKU tidak merahmatinya?, ia benar-benar meminta dengan segenap hatinya, sedangkan AKU adalah Maha Pengasih dan Penyayang”, Bejo bercerita begitu apiknya, sampai Badrun begong mendengarkannya.

"Nabi Musa bertanya lagi kepada Allah SWT, Wahai Tuhanku, lalu apa tiga perkara itu?. Kemudian Allah SWT menjelaskan, Ketika ajalnya sudah dekat, ia berdoa kepada-Ku : Wahai Tuhanku, Engkau mengetahui semua tentangku. Aku telah berbuat maksiat, sedangkan dalam lubuk hatiku, aku membencinya. Hanya saja, terkumpul tiga perkara dalam hatiku sehingga aku melakukan maksiat meskipun hatiku sendiri membencinya, yaitu hawa nafsu, pergaulan buruk, dan iblis laknatullah. Tiga perkara inilah yang menyebabkan aku melakukan maksiat. Sesungguhnya Engkau lebih mengetahui atas apa yang aku katakan, maka ampunilah aku. Wahai Tuhanku, Engkau mengetahui bahwa aku senantiasa berbuat maksiat, tentu tempatku pantas bersama para orang fasik. Tetapi, aku suka bergaul dengan para orang sholeh dan bertempat bersama mereka lebih aku suka daripada bersama orang-orang fasik. Wahai Tuhanku, Engkau mengetahui bahwa aku lebih mencintai orang-orang sholeh daripada orang-orang fasik. Jika saja aku bertemu dengan seorang yang sholeh dan seorang yang fasik, maka aku lebih mengutamakan kepentingan orang sholeh dari pada orang fasik. Wahai Tuhanku, jika Engkau mengampuni dan memaafkanku, maka para kekasih dan nabi-MU akan ikut bahagia sedangkan setan dan musuh-musuh-MU akan bersedih. Jika Engkau menyiksaku karena dosa-dosaku, maka setan akan bahagia sedangkan para kekasih dan nabi-MU akan bersedih. Sesungguhnya aku mengetahui bahwa kebahagian para kekasih-MU lebih Engkau cintai daripada kebahagiaan setan, maka ampunilah aku. Ya Allah, Engkau mengetahui atas apa yang aku katakan, maka rohmati dan ampunilah aku" Bejo sungguh serius bercerita.

Bejo kemudian melanjutkan ceritanya, sedang Badrun telah siap menjadi pendengar setia "Maka Allah SWT merohmati dan mengampuninya, karena allah SWT adalah Maha Pengasih dan Penyayang, terutama kepada orang-orang yang sungguh-sungguh mengakui dosanya. Dan jenazah yang dibuang ditumpukkan sampah tersebut telah mengakui dosanya, maka Allah pun merohmati dan mengampuninya. Oleh sebab itulah, Nabi Musa mendapatkan perintah untuk mengurusi jenazah tersebut. Akhirnya, Nabi Musa dan seluruh penduduk pun segera mengurus jenazah si mayit, mulai dari memandikan, mengkafani, menyolati, lantas menguburnya secara layak”.

“Wah, ini sepertinya ada di Kitab Mawa'idul  Ushfuriyah karya Syekh Muhammad bin Abi Bakar. Cerita ini jadi mengingatkan ku dulu, sewaktu masih ikut mengaji dibulan Ramadhan" begitu cepat Badrun menyahut, "Jika, kepada orang yang jelas-jelas berbuat dosa, semasa hidupnya terus berbuat maksiat saja diurus jenazahnya, karena diakhir ajalnya ia bersungguh-sungguh bertobat. Apalagi, saudara kita yang jelas-jelas rajin beribadah, sholeh, sholehah dan berakhlakul karimah yang dituduh munafik hanya gara-gara beda menanggapi ataupun menafsirkan suatu persoalan, padahal perbedaan itu rahmat. Kalau, suatu saat saudara kita tersebut meninggal dan kita tak mau mengurusi jenazahnya, sedang saudara kita tersebut ternyata khusnul khotimah, dirahmati serta diampuni segala dosanya, alangkah berdosanya kita ini, ya... Mbah", seloroh Badrun kepada Bejo.

"Saya ini tidak pernah sekolah ataupun mengaji, jadi sangat lemah pikiranku untuk bisa menganalisis seperti yang engkau sampaikan. Aku hanya bercerita dan menceritakan kembali apa yang Mbah Saberang sampaikan saja. Jadi, kalau mau mengambil hikmah dibalik cerita tersebut pun tergantung kamu sendiri", kata Bejo menanggapi sambil berlalu pergi meninggalkan Badrun.

Bungo, 04 Maret 2016