"Mbah bau kentut", kata seorang anak laki-laki yang masih berumur lima tahun kepada Mbahnya. Mendengar hal tersebut si Mbah langsung memeluk hangat cucunya yang punya pipi tembem itu. Ia tidak marah kepada cucunya, namun justru tertawa lepas. Pemandangan yang sungguh indah. Ayahnya yang juga tahu akan hal itu pun tersenyum mungil.  Tidak pula ia memarahi putranya, ia tahu putranya baru belajar berbicara dan masih belum mengerti apa-apa. Putra yang belum mengerti arti kata, apalagi menempatkan kata. Maka, ayahnya berbicara pelan menasehati, "Le... Siapa yang mengajari itu?. Tidak boleh bilang seperti itu pada Mbah".
Namanya anak, ditanya gitu ya... mana mungkin gubris. Si anak justru berlalu dengan mainnya.

Anak itu hanya sekedar ikut-ikutan saja berkata. Ia bisa seperti itu karena mendengar ucapan-ucapan orang disekitarnya. Ia tidak tahu baik dan buruknya. Apa pun yang didengar, dilihat, diajarkan atau tidak diajarkan ia akan menduplikatnya tanpa pikir panjang. Maka, berangkat dari sinilah peranan orang tua sangatlah penting untuk membimbing dengan penuh kesabaran dan kasih sayang, sehingga anak mengerti.

Terkadang pula anak kecil itu, yang sedang dalam gendongan tiba-tiba ngompol. Pasti yang menggendongnya pun tak mungkin marah. Malah mungkin si anak dicium gemes pipinya. Yang diompoli tak jarang pula tertawa riang.

Peristiwa diatas sudah akrab kita temui. Bahkan, kita sendiri merasakan hal tersebut. Kita sepakat tidak memarahi si anak kecil tersebut yang melakukan itu,  hal-hal yang sebenarnya bagi orang dewasa bisa menyulut emosi seseorang. Akan tetapi, karena ketidaktahuan si anak itulah yang membuat hati kita luluh tak berdaya dan akhirnya muncullah percikan-percikan kasih sayang. Membuat kita lebih semangat lagi membimbing si anak.

Jika, hal tersebut kita terapkan dalam keseharian, tentu membuat dada semakin lapang. Tidak mudah marah. Tidak gampang membenci. Tidak dengan mudah ikut-ikutan memberikan komentar yang tidak mendasar terhadap permasalahan. Walaupun, diri kita dicaci maki dan dihina oleh seseorang. Karena, orang yang mencaci maki, menghina kita itu tidak tahu dan minim informasi tentang diri kita, seperti anak kecil.

Maka, saat kita dicaci maki dan dihina oleh seseorang, hal yang terbaik adalah meredam amarah dan tetap berkasih sayang kepadanya. Seperti, pohon mangga yang dilempari batu, membalas dengan buahnya. Alangkah lebih indah, jikalau hal tersebut bisa kita lakukan. Anggap saja mereka orang yang tidak tahu apa-apa -seperti anak kecil- dan jangan sesekali marah dan mengecamnya, sebab akan bertambah kebenciaan, penghinaan dan caci maki mereka. Menasehati dan memaafkan mereka adalah langkah terbaik.

Pun jika kita mau melihat kembali, kita akan menemukan keagungan akhlak Nabi Muhammad. Hal ini diabadikan dalam sebuah hadits yaitu "Dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu, beliau berkata, Seorang Arab Badui pernah memasuki masjid, lantas dia kencing di salah satu sisi masjid. Lalu para sahabat menghardik orang ini. Namun Nabi shallallahu alaihi wa sallam melarang tindakan para sahabat tersebut. Tatkala orang tadi telah menyelesaikan hajatnya, Nabi shallallahu alaihi wa sallam lantas memerintah para sahabat untuk mengambil air, kemudian bekas kencing itu pun disirami. (HR. Bukhari no. 221 dan Muslim no. 284)"*.

Dari tersebut kita bisa menggali dan meneladi kembali akhlak Nabi yang dihadapkan dengan seorang badui yang jelas-jelas salah. Namun, Nabi tidak marah dan melarang para sahabat menghardik orang badui yang mengencingi masjid. Nabi justru memerintahkan para sahabat untuk membersihkannya. Hal ini dilakukan oleh Nabi, dikarenakan ketidaktahuan seorang badui tersebut.

Mungkin, jika kejadian tersebut dihadapkan kepada diri kita. Tentu, kita akan marah luar biasa dan menghardiknya. Bisa jadi, kita melakukan lebih dari itu. Akan tetapi, kita perlu merenungi kembali betapa indahnya teladan Nabi. Yang selalu memaafkan, mencintai dan memberikan balasan yang lembut, ramah lagi baik meskipun mereka jelas-jelas salah. Sekalipun mereka membenci.

Oleh sebab itu, bila saja kita mau meneladani akhlak Nabi dan selalu mendasari dihati bahwa para pembenci, yang melakukan penghinaan, penistaan dan caci maki itu merupakan orang-orang -anak kecil- yang tidak tahu apa-apa hal yang sebenarnya. Maka, kita pun tidak akan mudah terprovokasi untuk berbuat kisruh, tersulut dan terbakar emosi dalam menanggapi sesuatunya. Serta, tidak gampangnya mem-bully yang hanya akan memperkeruh situasi.

Biarkan saja mereka terus membenci, memaki, menghina dan menistakan. Anggap saja mereka tidak tahu apa-apa -anak kecil-. Dan jangan mudah terpancing emosi menanggapi agar tidak ada kisruh rusuh. Namun tunjukkanlah... betapa luasnya kecintaan kita kepada mereka.

Bungo, 22 Oktober 2016