![]() |
Sumb photo : unsplash.com |
Tongkrongan mereka bukan seperti tongkrongan anak muda yang identik dengan minuman keras, apalagi obat-obatan terlarang. Maklum mereka anak desa yang menurut orang kota kampungan, kurang pergaulan dan pemuda yang tertinggal pemikirannya.
"Yo ora opo-opo dianggap ngono. Itu kan menurut Sudrun yang sudah jadi anak kota sekarang", kata Bejo menanggapi Paimin yang telah bercerita tentang Sudrun.
" O... jadi Sudrun menganggap tongkrongan kita kuper, kudet dan kampungan?, Min... Paimin", Paijo ikut bertanya seolah tidak terima.
Paimin hanya mengangguk saja menjawab pertanyaan Paijo. Melihat respon jawaban dari Paimin nampak raut wajah Paijo seperti menahan amarah. Sungguh Paijo tidak menyangka Sudrun teman mengajinya di Mushola Lek Doha telah berubah semenjak kepergiannya merantau ke Ibukota dua tahun lalu.
"Yo wes ben ta... Biarkan saja Sudrun menganggap seperti itu. Tidak mau kumpul ditongkrongan kita, ora dadi masalah. Justru lebih baik, daripada nanti kita jadi ikut-ikutan mabuk-mabukan dan kecanduan obat terlarang, masih mendingan mabuk cinta sama Lastri dan senyumannya yang candu... ", ucap Bejo sambil senyum-senyum sendiri.
Mendengar perkataan Bejo maka Paimin langsung nyerocos dengan nada sedikit kesal " Enggak usah ngomong wae, mbok coba dibuktikan. Tiap malam ngomong Lastri, tapi tak punya nyali untuk mendekati ".
Begitulah jika Bejo dan teman-temannya nongkrong. Obrolannya random, ngalor ngidul, ngetan ngulon dan dengan cepat loncat dari satu topik ke topik yang lainnya. Mulai dari ghibahi temannya sendiri -tentu hal ini tidak untuk ditiru-, saling ejek, ngomong percintaan dan sampai-sampai politik.
Belum lagi dengan tingkah Bejo yang ada-ada saja yang dilakukannya membuat suasana cair dan semakin seru. Kadang Bejo ngajak temennya joget, kadang ngajak bakar-bakar jagung atau ketela. Kalau pun enggak ada jagung atau ketela, pisang yang masih hijau pun diembat juga.
Canda, tawa dan ngobrol saat malam hari setelah Isya' adalah waktu yang dipunyai oleh anak-anak muda didesa untuk bisa berkumpul bersama. Pagi sampai sore mereka harus pergi ke sawah, ladang bahkan masuk ke hutan untuk mencari nafkah bagi keluarga.
Maka, letih dan penatnya berkerja seharian bisa tidak terasa ketika mereka nongkrong diperempatan desa. Walaupun sekedar ngobrol dan melihat tingkah Bejo yang ada-ada saja dan ke random an masing-masing diantara mereka sudah cukup menjadi hiburan.
Ada-ada saja tingkah Bejo jika sudah kumpul. Saat otak temen-temennya buntu dan bokek tidak punya rokok, disitu kecerdasan Bejo mulai muncul. Bergerak mengambil plastik dan tanpa basa basi dia pergi dari tongkrongan.
" Mau kemana ? ", tanya Paimin penuh penasaran kepada Bejo
" Udah tunggu disini saja. Nanti aku balik kesini lagi", jawab Bejo yang membuat Paimin dan teman-temannya semakin penasaran.
"Jo... Masih jam segini masak sudah pulang enggak seru banget ", Lek Doha ngedumel dan sedikit ngambek.
Baca Juga :
Bejo tersenyum, lantas berlalu sambil berkata, " Tunggu aja, jangan kemana-mana ".
Setelah hampir menunggu lebih dari 30 menit, akhirnya Bejo sampai juga ditempat tongkrongan. " Apa itu ? ", sambil menunjuk Paijo menanyakan sekantong plastik yang dibawa Bejo.
" Ini untuk teman nongkrong kita malam ini ", ucap Bejo, kemudian meletakkan kantong plastik dilantai pos ronda.
" Alhamdulillah, ora sido kecuten lambe ku", kata Paijo saat membuka isi kantong plastik yang dibawa Bejo. Paijo bahagia melihat isi kantong plastik itu ada serai, puntung rokok dan pisang dua sisir.
Lek Doha tak kalah penasaran ingin melihat isi kantong plastik itu, "Woalah... Ada serai buat wedang tapi enggak punya gula kita".
" Gula sisa kemarin kan ada Lek", Bejo menjawab santai.
Lek Doha menggaruk kepalanya karena lupa memang masih ada gula sisa nongkrong kemarin malam.
"Yo wes... Ayo cepat dibuat. Sudah tahu kan tugasnya masing-masing", kata Paijo memberikan intruksi.
Mereka berbagi tugas, ada yang memasak air panas untuk membuat wedang serai. Sedang pisang dua sisir yang masih mentah cukup dibakar diatas api oleh Lek Doha. Bejo bertugas memilah-milah kembali puntung rokok yang masih bisa dipakai.
Paijo ternyata masih saja penasaran dengan asal muasal Bejo dapat pisang dua sisir itu, " Ini tadi pisang dari mana Jo, Bejo? ".
" Iki pisang Sudrun yang ada disamping rumahnya " jawab Bejo sembari tersenyum.
" Ngawur, ada ada saja tingkahmu Jo, Bejo ! ", kata Paimin yang kaget, ternyata pisangnya milik Sudrun.
Bejo justru terkekeh melihat wajah teman-temannya yang menunjukkan ekspresi kaget setelah tahu asal muasal pisang yang diambilnya.
" Salah Sudrun bilang kita orang kampungan yang kurang pergaulan. Sesekali perlu dikerjai. Kalian enggak usah khawatir biar aku besok bilang sama Sudrun ", Bejo kembali terkekeh setelah memberikan penjelasan.
Tak butuh waktu lama pisang bakar dan wedang serai telah tersaji ditengah-tengah mereka. Mereka menikmati lezatnya pisang bakar dan seruputan wedang serai menambahkan kehangatan pada malam yang sudah mulai dingin. Belum lagi rokok, eh puntung rokok yang mereka dapatkan, menambah lengkap sudah tongkrongan mereka.
Ada yang bermain gitar. Ada yang bercanda tawa. Ada yang curhat ini itu. Ada yang minta tips dan trik. Bahkan lawakan Bejo yang ada-ada saja tingkahnya. Serta adanya pisang bakar, puntung rokok dan wedang serai membuat gayeng mereka nongkrong.
Seperti biasa setelah jam menunjukkan 12 malam mereka akan bubar sendiri tongkrongannya. Maklum saja, mereka rata-rata petani yang besok subuh-subuh harus bangun untuk pergi ke sawah. Lagian pula jam 12 malam capek mereka sudah sangat terasa, sehingga ngantuk pun mulai mendera.
Ya... begitulah tingkah Bejo yang ada-ada saja beserta teman-temannya nongkrong. Tak perlu mewah. Tak perlu minuman yang memabukkan, apalagi obatan terlarang. Rokok saja mereka cari puntungnya. Mereka tidak pernah terlintas untuk mengkonsumsi minuman dan obat-obatan terlarang. Jika, ada rezeki lebih hasil dari bertani, mending buat bakar-bakar ayam dan itupun masih patungan.
Bungo, 10 Juli 2022
0 Comments
Post a Comment