Berseliweran berita-berita, status media sosial dan kolom komentar tentang frasa kata fiksi. Ada apa?, saat itu saya belum tahu apa yang sedang terjadi. Saya pun penasaran topik kata fiksi tersebut. Setelah saya mencoba menyelam lebih dalam dimedia sosial dan dimantapkan oleh pemberitaan media-media mainstream, akhir saya tahu isu apa yang tengah hangat dibahas. Oh, ini ta... tentang perdebatan apakah kitab suci itu fiksi atau tidak?.
Perdebatan ini muncul kita seorang dosen disebuah acara tv nasional saat diberi kesempatan berbicara ia bertanya kepada para hadirin, "Kitab suci itu fiksi bukan? siapa yang berani jawab,"kalau saya berbicara bahwa fiksi itu adalah imajinasi, kitab suci itu adalah fiksi, karena belum selesai,belum tiba, babat tanah jawi itu fiksi," tanya RG.
"Fiksi adalah energi yang dihubungkan dengan telos, dan itu sifatnya fiksi. Dan itu baik. Fiksi adalah fiction, dan itu berbeda dengan fiktif," imbuhnya.
"Kalau saya pakai definisi bahwa fiksi itu mengaktifkan imajinasi, maka kitab suci itu adalah fiksi," ucapnya.
Nah, dari sinilah perdebatan itu mulai menyeruak dan muncul ke permukaan. Tulisan saya ini bukan maksud untuk ikut-ikutan memunculkan gaduh baru. Saya menulis ini adalah salah satu cara agar saya memahami dan mencari jawaban, apakah kitab suci itu fiksi atau bukan?. Saya juga orang kampung yang pendidikannya jauh lebih rendah levelnya dibandingkan dengan bapak dosen yang mengatakan bahwa kitab suci itu fiksi.
- Sebelum saya jauh mengurai apakah kitab suci itu fiksi atau bukan?. Meskipun dengan beribu-ribu persen saya yakin bahwa kitab suci itu bukanlah fiksi. Maka, alangkah baiknya jika saya mencari tahu dahulu tentang definisi arti fiksi. Fiksi menurut Wikipedia adalah cerita atau latar yang berasal dari imajinasi—dengan kata lain, tidak secara ketat berdasarkan sejarah atau fakta. Sedangkan, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) lebih spesifik mendefinisikan arti kata fiksi yaitu cerita rekaan (roman, novel, dan sebagainya); rekaan; khayalan; tidak berdasarkan kenyataan: pernyataan yang hanya berdasarkan khayalan atau pikiran.
Baca juga :
Ops..!?, dari definisi kedua pengertian baik di Wikipedia maupun KBBI saja yang dinyatakan bapak itu sudah tampak rancu bin ngawur. Beliau mendefinisikan bahwa fiksi itu mengaktifkan imajinasi, sehingga dengan dalih itu kitab suci disebut fiksi. Keliru, jelas ini definisi yang keliru. Kata mengaktifkan imajinasi kemudian dihubungkan dengan kitab suci adalah kekeliruan dan kesalahan.
Logika sederhananya yaitu ada seorang lelaki muda bertemu dengan seorang perempuan cantik yang ternyata mengaktifkan imajinasinya lantas ia berimajinasi menjadi kekasihnya. Pertanyaanya yaitu apakah perempuan itu fiksi?. Tidak, perempuan itu adalah realitas. Akan tetapi, hasil dari buah pikir atau imajinasi pemuda itulah yang disebut fiksi. Jika, hasil buah pikir atau imajinasi itu dituangkan, diungkapkan, maka ia menjadi karya fiksi atau cerita fiksi. Sekali lagi, untuk perempuan yang membuat pemuda itu berimajinasi tidaklah bisa disebut sebagai fiksi, perempuan itu akan tetap menjadi realitas.
Definisi menurut Wikipedia maupun KBBI tentang frasa fiksi, saya kira sudah tepat. Sebab, kedua-duanya mendefinisikan tentang buah pikir atau hasil dari sebuah imajinasi, bukan objek yang dijadikan imajinasi, bukan pula terletak pada sesuatu yang bisa mengaktifkan imajinasi seseorang. Maka, meskipun kitab suci bisa mengaktifkan imajinasi seseorang itu tidaklah bisa dikatakan bahwa kitab suci itu fiksi. Karena, kitab suci bukan buah pikir atau hasil imajinasi seseorang. Kitab suci dijadikan objek saja dan tidak bisa menggugurkan bahwa kitab suci itu adalah realitas. Apalagi, sejatinya kitab suci itu memang bukan buah pikir manusia akan tetapi Firman Tuhan. Tentu, pernyataan kitab suci adalah fiksi sangatlah tidak tepat.
Ini baru ditinjau dari segi definisi frasa kata fiksi saja. Bapak Dosen tersebut juga menegaskan kitab suci adalah fiksi, karena belum selesai dan belum tiba. Duh, sayangnya justru menyebut, menyadingkan dan menjajarkan kitab suci dengan babat tanah jawi. Terus?, aku kudu piye jal?. Sejak kapan babat tanah jawi diyakini sebagai kitab suci?. Ini jelas sembrono. Kitab suci jelas-jelas Firman Tuhan, sedang babat tanah jawi dibuat oleh manusia.
Mungkin, maksud Pak Dosen menyebut babat tanah jawi adalah hasil dari imajinasi, maka beliau katakan fiksi. Akan tetapi, kitab suci yang bukan dari hasil imajinasi dan berasal dari Tuhan semestinya tidak boleh dikatakan fiksi. Sepertinya, Pak Dosen ini sedang terjebak pada frasa kata imajinasi yang lantas menyempitkan pemahamannya, lalu membuatnya terus berimajinasi sehingga berhalusinasi. Padahal, untuk menyebut sesuatu itu fiksi atau bukan ada beberapa unsur yang harus dipenuhi, bukan hanya satu unsur imajinasi saja.
Akan tetapi, ada unsur apakah itu rekaan, khayalan, tidak berdasarkan realitas dan tidak peduli apakah itu fakta atau bukan. Selama ia berdasarkan realitas yang ada, fakta serta data yang nyata dan bukan rekaan itu tidaklah bisa langsung disebut sebagai fiksi.
Ya...meskipun kita berpikirnya menggunakan imajinasi untuk mengingatnya. Layaknya, kitab babat tanah jawi ataupun yang disebut babon tidaklah bisa disebut fiksi, sebab penulis menuliskan cerita-cerita raja jawa berdasarkan realitas dan fakta yang benar-benar terjadi pada saat itu. Pun itu bisa dibuktikan dikemudian hari dari benda-benda peninggalan sejarah dan juga bisa diteliti benar atau tidaknya.
Untuk babat tanah jawi yang menurut Pak Dosen itu fiksi dengan penjelasan tersebut, sudah gugur, sebab tidak memenuhi unsur-unsur sesuatu hal yang bisa disebut fiksi. Jelas, babat tanah jawi sudah bisa dipatahkan ke-fiksi-annya. Maka, telah terang pula bahwa ke-fiksi-an kitab suci yang disebut Pak Dosen otomatis patah juga. Selain kitab suci Firman Tuhan, kisah-kisah masa lampau yang ada didalamnya bisa dibuktikan, diteliti dan dicari fakta-faktanya. Kitab suci itu bukan imajinasi dan bukan pula berdasarkan kebohongan, akan tetapi benar-benar kisah yang didalamnya berdasarkan realitas, fakta dan kebenaran dimasa lampau. Kitab suci tidak bisa disebut fiksi karena belum memenuhi unsur-unsur sebagai suatu hal yang fiksi. Ingat?, jangan hanya terjebak pada kata imajinasi atau mengaktifkan imajinasi. Unsur-unsur fiksi telah disebutkan dalam definisi fiksi itu sendiri di Wikipedia maupun KBBI.
Masih ragu?, masih belum percaya bahwa kitab suci itu bukan fiksi dan tidak bisa disebut fiksi. Baik, mari kita urai lagi definisi fiksi menurut bapak dosen itu.
0 Comments
Post a Comment